Marvel berhasil meluncurkan lagi satu tokoh superhero barunya. Black Panther. Seperti biasanya, tokoh ini sebenarnya telah diperkenalkan di film sebelumnya. Bedanya dengan superhero yang lain, ini tokoh yang agak khusus. Mengapa? Yang justru menarik adalah latar belakang tokohnya Black Panther ini.
Inilah kisah tentang seorang pangeran dari negeri Afrika yang makmur namanya Wakanda. Negeri yang makmur ini, tidak terjangkau dan terisolasi dari dunia luar bahkan, cenderung tidak mau terlibat dengan dunia sekitar. Namun, dikisahkan, ada masa lalu yang lantas menghantui kembali kerajaan ini. Bahkan, kerajaan ini nyaris terancam hancur oleh masa lalu yang tak selesai ini. Untungnya, masa lalu ini akhirnya dapat diselesaikan, meksipun dengan korban yang tidak sedikit!
Namun, berbeda dengan tokoh-tokoh superhero lainnya yang latar belakangnya berkulit putih, kaya ataupun dari planet yang berbeda, inilah salah satu tokoh dengan latar belakang minoritas, kulitnya hitam. Lagipula, ini juga negeri yang dianaktirikan, Afrika. Makanya, kalau kita paham tentang tokoh superhero yang latar belakangnya bagus-bagus, ini termasuk yang agak minoritas. Tapi, justru itulah yang menarik.
Tema besar Black Panther dan film-film Black Panther berikutnya, pastinya tidak akan lepas dari masa lalu dan latar belakang mereka. Karena itulah, bagian awal film ini bicara soal satu masalah di masa lalu ayahnya yang ternyata kembali menghantui. Masalah tersebut ternyata tidak selesai, dan di masa depan muncul kembali dalam bentuk yang lebih menakutkan. Inilah film yang sebenarnya menarik untuk dikupas dari tinjauan psikologinya.
Dalam ilmu psikologi, masalah-masalah di masa lalu kita yang tak selesai dan kemudian terus berteriak “minta perhatian” untuk minta diselesaikan, itulah yang kita sebut unfinished business.
Setiap orang biasanya punya unfinished business. Entah ini berupa masalah di masa lalu yang tidak diselesaikan, direpresi (disimpan di bawah sadar) ataupun yang dihindari. Dulu kita sering dengar ungkapan, “Waktu akan menyembuhkan segalanya”. Terkadang hal ini benar, tapi pendapat ini bisa juga menyesatkan.
Karena itulah, saya teringat pemikiran Frits Perls, ahli terapi Gestalt yang lantas dipakai dalam dunia terapi psikologi. Intinya, problem yang kita hadapi sekarang ini, bisa jadi ada kaitannya dengan masalah di masa lalu kita yang tidak selesai (unfinished business). Ini bisa terjadi dalam keluarga, kerjaan, karir, ataupun dalam masalah percintaan.
Sebagai contoh, ada seorang wanita yang masih sakit dengan penolakan yang pernah diterima dari pacarnya dulu. Sampai-sampai, ia begitu takut untuk menjalin hubungan dengan lelaki manapun. Begitu juga, ada seorang suami yang sampai sekarang masih terus merasa bersalah dengan istrinya, karena setelah ribut besar di pagi harinya, istrinya membawa motor keluar dan ditabrak truk gandeng. Si suami merasa, kalau tidak ribut dengan istrinya, mungkin istrinya tidak akan meninggal. Ia masih menyesali kejadian itu sampai sekarang. Atau, bahkan saya mempunyai seorang peserta yang bercerita sampai sekarang masih menangis dan basah bantalnya seakan-akan habis menangis. Ia pun cerita ia kehilangan ayahnya dalam kecelakaan, dan waktu pemakaman ayahnya ia tidak menangis sama sekali. Tapi ternyata, sampai sekarang seakan-akan air mata yang tidak keluar ini, minta untuk ditumpahkan setiap malamnya. Padahal itu kejadian sekitar 5 tahun lalu.
Salah satu cara sederhana kita tahu soal unfinished business, sebenarnya mudah. Biasanya ada perasaan nggak enak, nggak nyaman ataupun perasaan susah yang membuat kita seakan-akan ingin menghindari “sesuatu”. Dan ”sesuatu” ini biasanya bisa kita kaitkan dengan masa lalu kita. Itulah unfinished business. Misal seorang manager yang merasa nggak nyaman maju presentasi, karena ternyata dulu di masa kecil, ia pernah gagap membaca Pancasila waktu upacara dan diketawain di depan semua siswa. Waktu itu, gurunya pernah meminta dirinya untuk jadi pembaca Pancasila lagi di upacara berikutanya, untuk memperbaiki “trauma”nya, tapi ia menolak dan mengatakan “sudah melupakan kejadian itu”. Tapi ternyata, pengalaman trauma itu meskipun udah disimpan jauh di dalam bawah sadarnya, masih terus menganggunya. Itulah bagian dari unfinished businessnya.
Selanjutnya, cara terbnaik adalah memunculkan dan menghidupkan kembali kajadian itu. Memang, dalam hal ini bisa muncul reaksi abreaksi (abreaction), misalkan ketika seorang berteriak histreis saat mengalami kembali kejadin. Itulah sebabnya kadang membereskan unfinished business ini, butuh ditemani konselor.
Tapi, menariknya, mengalami kembali situasi ini, membantu kita untuk mampu menyelesaikan masalah-masalah emosi yang kadang tidak selesai. Misalkan, saya pernah melakukannya dengan seorang bapak yang ditinggal oleh istrinya entah kemana. Yang kami lalukan waktu itu hanya teknik “kursi kosong” yang sederhana, Saya hanya meminta si bapak itu menghindupi kembali pengalaman dimana istrinya meninggalkannya, dan ia berkesempatan seolah-olah bicara dengan “istrinya” yang tidak sempat diungkapkannya. Jadilah si bapak itu berbicara dengan “kursi kosong” tersebut. Dan ternyata, pengalaman itu memberikan kesembuhan yang luar biuasa kepadanya. Bukan hanya secara psikis, tapi si bapak yang merupakan peserta training EQ saya ini juga cerita kalau penyakit kulit (eksim) menahun yang dialaminya sekian lama, berangsur-angsur juga sembuh.
Alasannya, karena justru masa lalu itulah sumber masalah utamanya kita sekrang ini. Celakanya, pada saat itu, karena sumber daya, kemampuan ataupun kekuatan kita yang terbatas, ataupun karena situasinya tidak memungkinkan, masalah itu lantas dikubur begitu saja. Inilah cara mental kita untuk “lari” dari masalah tersebut. Namun, faktanya, masalah itu ternyata masih menuntut kita untuk membayar ongkosnya.
Jadinya, salama dikubur msalahnya, orang tersebut seolah-olah tidak merasakan masalahnya, tetapi fakta sebenarnya ia akan terus dirongrong oleh masalah itu. Makanya, salah satunya adalah menyelesaikannya dengan cara, membuka kembali bungkusan masa lalu itu, dan menghandapi kembali masa laulu itu secara “ksatria”.
Fakta menunjukkan, ada juga unfinished business yang tidak terlalu harus diselesaikan secara fisik. Malahan ketika dicoba diselesaikan, malah menimbulkan masalah baru. Contohnya, ada seorang wanita yang mencoba menyelesaikan masa inilalunya terhadap seorang pria di masa kecil, yang pernah ditolaknya. Waktu itu, masih SD dan si cowok ini menyatakan cintanya. Si cowok inipun dipermalukan. Akhirnya, sampai bertahun-tahun setelah dewasa, si wanita itu merasa bersalah luar biasa. Berkat sosial media akhirnya si wanita ini berhasil membangun kontak denagn cowok ini. Ternyata, gara-gara itulah terjadi hubungan asmara diantara mereka bersemi kembali. Padahal. Baik si wanita maupun si pria, ini telah berkeluarga.
Jadi, pembelajarannya terkadang unfinished business ini cukup unik. Jadi, tidak selalu harus diselesaikan dalam bentuk fisik, kadangkala secara mental pun sudah cukup. Masalahnya, justru ketika mencoiba menyelesaikan masalah di masa lalu secara fisik, bisa-bisa masalah yang lainnya yang muncul, seperti yang terjadi dengan si wanita tadi.
Jadi kesimpulannya dua. Satu, supaya masa lalumu tidak terus menghantuimu, cobalah secara berani selesaikan masalahnya. Kedua, menyelesaikannya tidak harus secara fisik, jauh lebih penting adalah menyelesaikannya di kepalamu, dalam mentalmu sendiri.
Masalahnya, sama seperti yang diungkapkan dalam film Black Panther ini, terkadang masalah masa lalu yang tidak selesai, akhirnya bisa kembali menghantui kita dengan bentuk dan ukuran yang jauh lebih dahsyat!
Anthony Dio Martin, trainer, inspirator, Managing Director HR Excellency & Miniworkshopseries Indonesia, penulis buku-buku bestseller, executive coach, host di radio bisnis SmartFM, dan penulis di berbagai harian nasional. Website: www.hrexcellency.com dan FB: anthonydiomartinofficial dan IG: anthonydiomartin
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |