“Wanita Ini Nyaris Dipecat, Untungnya .…”
Di antara berbagai pengalaman mengajar, ini adalah salah satu pengalaman saya yang tak terlupakan.
Saya masih ingat pada saat seorang Kepala HC (Human Capital) perusahaan ini menghubungi saya. Ngomong-ngomong, ini adalah perusahaan farmasi multinasional dengan fokus pada produk-produk obat yang dijual bebas (OTC). Salah satu produknya adalah produk multivitamin terkemuka yang iklannya bisa ditemukan dimana-mana di Indonesia.
Problemnya, ada seorang karyawan wanita senior. Seniornya dalam arti lama bekerja, bukan dalam posisi. Saat diceritakan, posisinya adalah Asistant Manager. Masalahnya, di penilaian terakhir, karyawan ini dianggap makin sulit diurus dan menjadi sangat negatif. Dan lebih parahnya lagi, ada suatu statement terakhir dari HR Managernya. “Kalau dia nggak berubah lagi di tahun ini, maka kemungkinan besar dia akan di-cut”. Dipotong. Alias di PHK.
Bagi kebanyakan orang di kantor, dia digolongkan sangat negatif, toxic (beracun) dan selalu defensif. Orangnya juga sangat emosional kalau dikasih masukan apapun. Karena itulah, maka diputuskan bahwa orang ini akan dikirim dalam program training EQ dengan harapan dia akan berubah dan kalau tidak maka sungguh orang ini akan dipecat.
Dan ketika di kelas, memang di awal-awal tampaknya seorang wanita yang mukanya tidak memancarkan aura semangat sama sekali. Sampai setengah haripun, masih tampak responnya yang datar-datar saja. Tapi, berita baiknya, dia mulai mau terlibat dalam berbagai aktivitas yang dilakukan. Setengah hari kedua makin membaik hingga hari kedua selesai, dia termasuk yang cukup semangat.
Setelah itu, kami masih kontak-kontakan karena biasanya dengan para peserta saya meninggalkan nomor telepon personal saya dan mereka pun masih punya kesempatan kontak serta ada komunitasnya juga, plus ada reminder di email buat mereka, setelah mengikut program EQ (KecerdasanEmosional).
Seminggu lebih, saya ingat ketika si wanita ini mengirimkan WA dan bercerita panjang lebar soal kondisinya. Rupanya beberapa tahun terakhir ini menyimpan masalah dengan atasannya yang dia rasa tidak tahu apa-apa. Bentuk penolakannya dia tunjukkan dengan rasa permusuhannya. Menurutnya, tujuannya adalah agar atasan tidak semena-mena serta mau mengakuinya. Tapi, rupanya justru sinyal yang dia kirimkan ini, diterima dengan salah. Malah, dia dianggap provokator kekacauan. Dan singkat cerita, di salah satu email saya kepadanya akhirnya saya cerita blak-blakan memberitahu kepadanya bagaimana penilaian perusahaan kepadanya, termasuk dia akan dipecat kalau tidak berubah. Herannya, dia tidak merasa kaget sama sekali.
Tapi, bagusnya di jawaban email yang berikutnya dia mengatakan kalau dulu dia merasa senang bisa “memberi pelajaran” kepada atasan dan manajemen dengan sikap kooperatifnya, justru sekarang dia semakin paham betapa “konyolnya” sikap dia. Akhirnya, dia mulai melihat dari dirinya dan mecoba membayangkan bagaimana “berempati” dengan atasan, perusahaan dan mendudukkan diri pada posisi manajemen. Ngomong-ngomong, empati, adalah salah satu pelajaran penting di EQ, yakni bagian penyadaran orang lain (social awareness).
Yang saya tahu, ternyata setelah training si wanita ini mendatangi bagian HR dan berterimakasih telah diikutkan dalam program training tentang EQ. Malahan, bagian HRnya sempat bertanya, “Memangnya bapak yang minta dia untuk mengucapkan terima kasih ya?”. Saya hanya mengatakan bahwa hal itu murni inisitaifnya si karyawan itu. Namun yang jelas, sikapnya berangsur mulai membaik.
Malahan, kisah dari HR Manager yang menarik adalah tatkala ada suatu project yang dijalankan oleh Global, yang awalnya amat memberatkan pekerjaan administrasi. Herannya, kata HR, si wanita senior ini bisa menasihati temannya di ruang presentasi, untuk mendukung dan positif dengan program ini. Sesuatu yang mengherankan sampai-sampai ada yang neyeletuk, “Tumben loe nggak antipasti sama program-program Global”. Dengan lucunya dia menjawab, “Kan faktor U (faktor Usia). Jadi mesti makin“wise” (bijaksana)untuk melihat masalah”.
Menurut HR, berangsur-angsur, sikap dan perilakunya semakin positif. Dan yang membuat lega adalah tatkala di akhir tahun ini, si wanita ini justru dipertahankan sebagai karyawan dan tidak dikeluarkan. Dan beberapa tahun lewat dari program EQ ini, si karyawan ini masih tetap bekerja di perusahaan farmasi Global ini.
Bertahun-tahun kemudian, pernah suatu kali kami melakukan workshop di perusahaan ini. Dan ketika bertemu lagi dengannya, dialah yang dengan penuh semangat menyapa kami, duduk paling depan dan paling bersemangat. Sungguh orang yang auranya beda.
Tahu nggak? Setiap kali saya memandang wanita senior ini, saya selalu teringat nada suara lemas dari HR Managernya yang dulunya pernah begitu putus asa dan nyaris memecat orang ini.
Entah, kalau dia tidak pernah berubah, apa jadinya nasibnya!
Saya menceritakan kisah ini untuk bersyukur bahwa kadang kala melalui program-program training yang kami jalankan, menjadi bagian dari cara yang bisa menyelamatkan dan membantu orang. Itulah yang membuat kami bersemangat dengan pekerjaan sebagai trainer!
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |