Otak manusia kemampuannya luar biasa. Banyak ahli bilang bahwa kapasitas manusia buat menyimpan memori, tak terhitung. Problemnya, proses informasi yang diterima manusia tidak serta merta masuk ke memori jangka panjang ini. Pada saat kita belajar sesuatu, kita punya “working memory“. Memory yang berfungsi buat proses informasi, sebelum dimasukkan dalam ingatan jangka panjang kita. Nah, disinilah akar masalahnya!
George Miller, ahli psikologi kognitif, telah mengingatkan lewat penelitiannya bahwa ingatan jangka pendek manusia, terbatas pada angka 7, plus minus 2. Artinya, antara 5 sampai 9. Makanya, ketika kita memasukkan informasi dalam poin-poin, usahakan jangan melewati angka itu. Kebanyakan, otak kita menjadi sesak. Ini catatan pertama buat para trainer.
Terus, dasar teori dari George Miller itulah yang membuat seorang ahli namanya John Sweller memperkenalkan teori Cognitive Load. Teori tentang beban pikiran. Intinya, meskipun otak kita tak terbatas kapasitasnya, saat memasukkannya, kita harus hati-hati. Otak kita bisa over-load, pada saat memproses sesuatu. Gambarannya gini, pernahkah Anda belajar suatu informasi yang terlalu banyak sampai-sampai otak Anda rasanya “panas“? Sebenarnya masalahnya bukan otak Anda kapasitasnya udah penuh, tapi cara memasukkannya yang salah.
Cerita sedikit soal teori Cognitive Load ini sebelum bicara bagaimana kita bisa terapkan. Konsep sederhana teori ini adalah, beban informasi yang kita berikan, dibagi jadi 3 kategori. Satu, intrinsic. Ini adalah materi yang mau nggak mau harus disampaikan. Materi yang perlu diketahui. Dua, extraneous , nah inilah materi yang sebenarnya nggak diperlukan dan menambah beban informasi yang harus diproses dan malahan bikin tambah bingung. Tiga, germane. Inilah informasi yang ditata sedemikian rupa sehingga enak dan gampang buat diingat!
Jadi, teori Cognitive Load ini lantas ditambahkan lagi oleh murid-muridnya John Sweller, Mayer & Moreno (2003) dengan 3 poin penting:
1. Manusia memproses channel komunikasi verbal dan visual secara berbeda (dual channel)
2. Kapasitas proses pada masing-masing channel ini juga terbatas (Limited Capacity)
3. Pembelajaran butuh proses informasi lewat channel visual dan verbal (Active Processing).
Oya, tahu nggak, Cognitive Theory ini, bukan hal baru tapi jadi viral kembali di masa-masa sekarang. Tahu nggak kenapa? Ya, gara-gara pandemi! Kan orang belajar lewat online dan akibatnya, dampak overload menjadi sangat tinggi! Teori ini lantas dipakai buat mengingatkan kita, sebagai trainer!
Yuk, lanjut!
Jadi, bagaimanakah aplikasinya dalam pemgajaran kita, baik online maupun offline. Ngomong-ngomong teori ini pun berlaku dalam instructional design lho. Saat kita mendesain materi latihan. So, beginilah aplikasinya:
Selidiki latar belakang pesertamu. Seperti kita ketahui, makin nggak familiar dengan materi, kerja otak kita makin berat. Makanya, training need analysis (TNA) itu penting buat tahu siapa audiensmu. Dengan begitu, sebagai trainer, kita bisa tahu seberapa berat beban materi yang kita sampaikan buat audiens kita. Ingat lho ya, ukurannya ada di audiens, bukan di Anda. Buat Anda mudah, tapi bagi audiens yang nggak familiar, mungkin itu jadi berat banget. Hal ini sering terjadi, misalkan pada pengajaran soal finansial atau hukum, dimana trainernya sangat expert tapi yang belajar kebingungan, soalnya materinya terlalu sulit diproses.
Info yang mau disampaikan, jangan sampai kebanyakan dong! Hati-hatilah. Maka, usahakan informasinya dipecah-pecah. Kalau ada bullet point, jangan terlalu banyak. Ingat, kata George Miller, maksimalnya adalah 9. Lihat aja, nomer telpon, jumlah angkanya nggak pernah lebih dari itu kan? Materi yang dibagi-bagi, akan memudahkan peserta buat mencernanya. Ingat pertanyaan, “Bagaimana cara memakan seekor gajah?“. Jawabannya gampang, “Makannya sedikit demi sedikit aja”
Pernah nggak, Anda melihat trainer yang suka menyulitkan peserta dengan grafik, tabel dan gambar-gambar yang malah bikin bingung. Makanya, saat kita menaruh apapun di slide presentasi kita, pastikan kita pikir, “Ini penting banget dan relevan nggak?”. Atau, jangan-jangan mah menambah kebingungan peserta? Kalau kata Sweller, please, hilangkanlah yang namanya beban extraneous itu. Itulah informasi yang, menurut Anda “kayaknya bagus ditambahin” tapi malah membuat beban proses informasi tambah sulit dan bikin pikiran tambah mumet. Tahu nggak ketika, pikiran orang tambah ruwet apa yang akan terjadi? Mudah. Pikirannya langsung “shut down” alias stop! Peserta ada di depan Anda, tapi dia udah nggak bisa mencerna informasi apapun lagi! Kasihan deh yang ngajar berbusa-busa!
Nah, sekarang pikirkan sesuatu yang para youtuber lakukan, tapi tidak dilakukan para trainer yakni optimalkan channel visual dan verbal. Pernah lihat kan, saat video di youtube, ada youtuber yang saat menyampaikan sesuatu (verbal) ditambah juga dengan kata-kata (visual). Atau saat menjelaskan sesuatu (verbal) juga sengaja ditampilkan gambar, foto atau imagenya. Ini membantu orang mencerna sebuah informasi. Bahkan orang bisa bingung saat dengar penjelasan (kebingungan verbal) tapi setelah melihat gambar, tulisan atau fotonya, justu jadi paham. Optimalkanlah dua channel ini di presentasi Anda!
Split-attention itu apa lagi? Tenang. Itu istilah yang dipakai di teori ini. Dan penting buat para pembuat materi, termasuk kita yang bikin materi. Nah pernah nggak Anda dikasih gambar dimana cuma ada gambar lalu di gambarnya ada angkanya. Lantas, Anda harus cari tahu apa arti dan penjelasan kata-kata itu. Perhatian Anda jadi terpecah mencari kesana kemari buat penjelasannya apa makna angka itu! Betapa menyusahkannya! Trainer dan pengajar yang bikin presentasinya kayak gitu, pasti hobi ngerjain orang! Sebenarnya kan gampang. Kenapa nggak langsung dikasih penjelasan aja dengan kata-kata, tentang gambar atau foto yang ada dengan anak panah atau tulisan disamping. Itu kan mempermudah kita yang membaca slide. Please deh, para trainer, jangan hobi nyusahin para peserta kita dong dalam memproses informasi yang kita sampaikan.
Ingat kan, penjelasan soal germane load, atau beban germane. Itulah beban yang enak. Kenapa? Karna informasinya dibuat menjadi sangat mudah, dan sangat enak buat diingat. Otak, tidak terasa berat untuk mengingatnya. Bagaimana kita bisa memasukkan germane ini? Gampang! Sebenarnya, tanpa sadar, banyak trainer keren yang sudah melakukan. Cuma aja, dia nggak sadar bahwa dia telah mempraktekkan ilmu ini. Contohnya ketika Anda membuat singkatan untuk mempermudah penjelasan Anda. Membuat semacam jembatan keledai (mneumonics) untuk membantu peserta mengingat. Menggunakan analogi. Atau saat Anda membuat cerita (storytelling!) yang relevan dan mudah diingat, berarti Anda juga membuat informasi model “germane” ini. Menguasai berbagai trik dan metode ini, akan membuat peserta berterima kasih karna mereka merasa mudah mencerna informasi Anda.
Langsung dipraktekin. Dimulai saat Anda menyiapkan materi malam ini. Atau ketika besok Anda mulai mengajarkan materi baik online maupun offline, ingatlah Cognitive Load Theory ini. Nggak susah kan mempraktekkannya? Problemnya adalah terkadang trainer banyak yang suka menambah keruwetan materinya, supaya dianggap keren dan hebat. Please deh! Ingat lho ya, ketika kita mengajar yang lebih penting menjadi pintar adalah pesertanya, bukan Anda!
Hmm.. trainer yang berusaha keras supaya kelihatan pintar, justru kadang-kadang adalah yang punya masalah dengan kepintarannya. Trainer yang pintar dan keren, justru mempermudah. Bukan menyulitkan. Udah ah, semoga tulisan ini nggak menambah beban kognitif Anda! Happy teaching!
Salam Antusias!
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |