Film Inside Out 2 akhirnya tayang di bioskop. Sesuai dengan temanya yakni “Make Room for New Emotions” ( beri ruang buat emosi-emosi baru), maka dalam seri yang kedua ini, memang ada tambahan 4 emosi. Hal ini melengkapi, 5 emosi dasar sebelumnya yang ada di filmnya yang pertama. Jadi, total, di film Inside Out yang kedua, sudah ada 9 emosi yang diperkenalkan.
Sedikit buat Anda yang belum tahu soal film Inside Out ini. Film ini sebenarnya bercerita soal emosi-emosi di kepala seorang anak bernama Riley Andersen. Di pusat pengelolaan emosi yang disebut headquarter (HQ) atau kantor pusat di kepalanya si anak kecil yang beranjak dewasa itu, emosi-emosi silih berganti, mencoba saling menguasai.
Sebenarnya, emosi-emosi yang dipakai dalam film ini tidaklah dicomot begitu saja. Menurut pengakuan sutradaranya, filmnya bahkan mencoba menggunakan kerangka teori emosi, bahkan berkonsultasi dengan para psikolog remaja. Ada beberapa psikolog dan pemerhati soal emosi yang dilibatkan di film ini yakni peneliti dan psikolog Paul Ekman, profesor psikologi Dachner Keltner dan di film kedua juga melibatkan psikolog ahli perkembangan remaja yakni Lisa Damour.
Konon, film inipun terinspirasi oleh kejadian yang dialami oleh sutradaranya yakni Peter Hans Docter, yang bermasalah dengan anak remajanya. Ia sampai harus konsultasi berkali-kali ke psikolog. Dan dari pengalaman sebagai orang tua itulah, muncul tekadnya untuk membuat film Inside Out.
Di filmnya yang seri pertama, film Inside Out memperkenal 5 emosi dasar. Kelima emosi dasar ini, mirip pula dengan yang diperkenal oleh peneliti dan psikolog ternama Paul Ekman yang menyebutkan adanya 6 emosi dasar. Lima emosi dasar yang dipakai adalah: Joy (senang, gembira), Anger (marah), Sadness (sedih), Disgust (Jijik) serta Fear (takut). Sementara ada 1 jenis emosi dasar dari Paul Ekman yang tidak dimasukkan yakni Surprise (kaget).
Nah, di film sekuel keduanya, Peter Docter sempat mempresentasikan 27 emosi di acara D23 Expo di tahun 2022. D23 Ini adalah acara pertemuan fans Disney dimana angka 23 mengacu pada tahun 1923, tahun dimana perusahaan Disney berdiri. Dalam acara itulah Peter Docter sempat menyebut 27 emosi yang sedang dipertimbangkan berdasarkan risetnya Alan Cowen dari University of New York, yang dipublikasikan di tahun 2017.
Namun, dari 27 itu akhirnya disaring lagi dan lantas ternyata terpilihlah 4 emosi tambahan di film sekuel kedua yakni: Envy (iri), Anxiety (cemas), Embarrassment (malu) serta Ennui (malas atau ogah).
Nah, kali ini saya ingin membahas makna dari masing-masing emosi itu dalam kehidupan kita. Dan bukan tanpa alasan, mengapa emosi-emosi di film Inside Out bagian pertama dan kedua, memunculkan emosi-emosi tersebut.
1. Joy (gembira)
Ini adalah bentuk perasaan menyenangkan dalam diri kita. Perasaan ini bisa bergerak dari rasa riang sampai ectasy (kegembiraan yang meluap-luap).
Perasaan gembira ini muncul umumnya karena sesuatu yang kita harapkan terwujud, atau bahkan melebihi harapan kita. Misalkan saat kita menerima hadiah atau kado. Ataupun, perasaan ini bisa juga muncul karena merasa diterima ataupun diakui sehingga bisa terkoneksi dengan orang lain. Misalkan saat kita berhasil masuk dalam kelompok dan organisasi tertentu yang kita dambakan.
Jeleknya, dalam kondisi kegembiraan yang berlebih bisa membuat kita lupa diri sehingga tak berempati dengan orang lain. Misalkan, seseorang yang merasa menang dan ekspresinya tak terkendali sampai membuat tersinggung pada pihak yang kalah.
2. Anger (marah)
Umumnya marah menunjukkan perasaan ketidaksukaan kita. Biasanya, marah terjadi karena dua hal. Pertama, ketika kenyataan tidak sesuai harapan kita. Misalkan kita order makanan dan katanya nunggu 10 menit. Nyatanya, sampai 45 menit, orderannya belum siap. Makanya muncullah rasa marah itu. Kedua, marah pun bisa terjadi saat hak kita dilanggar. Misalkan saja, ada orang yang sembarangan parkir di depan pintu masuk rumah Anda, sampai Anda tidak bisa masuk. Maka, muncullkan rasa marah itu.
Dengan rasa marah, kita mengekspresikan ketidaksukaan kita. Atau untuk menegaskan apa yang sebenarnya kita harapkan.
Hanya saja, marah yang berlebihan dan tak terkendali bisa menyebabkan luka pada orang lain. Bahkan, dalam beberapa kasus, ada yang marah sampai melakukan tindak kriminal.
3. Fear (takut)
Takut adalah salah satu emosi primitif kita yang bertujuan untuk melindungi diri kita. Ini adalah bagian dari survival instink kita.
Pada jaman dulu, ketika manusia berburu binatang buat hidup, rasa takut membantu manusia untuk bisa bertahan hidup.
Jadi, sejak dulu, rasa takut muncul untuk menjaga dan melindungi manusia dari hal-hal yang berbahaya atau berpotensi bahaya. Misalkan orang takut ketinggian, karna takut terjatuh. Atau, orang takut binatang tertentu karna takut digigit ataupun diserang. Dan berkat rasa takut inilah manusia tidak berani sembarangan ambil risiko dan penuh pertimbangan kalau melakukan sesuatu.
Sayangnya, rasa takut yang berlebihan bisa membuat manusia jadi sangat paraoid. Manusia pun bisa jadi overthinking gara-gara rasa takut ini sehingga tak berani melakukan apapun, dalam hidupnya.
4. Disgust (jijik)
Rasa jijik adalah bentuk emosi dasar yang tujuannya melindungi tubuh manusia juga. Konon, perasaan ini muncul agar manusia terhindar dari sesuatu makanan atau bahan yang bisa mencelakakan dirinya. Lewat penglihatan, penciuman dan mulutnya, manusia memutuskan tahu mana yang boleh diterima tubuhnya dan mana yang tidak. Ketika tak sesuai, maka muncullah rasa jijik itu.
Misalkan saja, ada yang jijik dengan buah durian yang dianggap baunya sangat menyengat. Bagi mereka, bau durian itu menjijikkan dan karnanya tidak bisa dikonsumsi oleh mereka. Mereka pun merasa jijik. Ada pula yang merasa jijik dengan petai atau jengkol karna efek baunya. Ini contoh rasa jijik dengan makanan.
Ingatlah, yang menjijikkan buat satu orang, belum tentu menjijikkan buat orang lain. Selain makanan, hal yang dianggap menjijikkan bisa juga dalam bentuk pemandangan, situasi atau keadaan yang seseorang tak terbiasa.
Ketika orang terlalu banyak rasa jijiknya, orang jadi tidak berani menempuh risiko. Dan repotnya, dunia pun dipaksa buat menyesuaikan dengan situasi dirinya. Padahal, tidak semua bisa diubah dan disesuaikan. So, jadi manusia yang gampang jijik, juga akan merepotkan dirinya sendiri.
5. Sadness (sedih)
Perasaan sedih umumnya muncul pada saat harapan kita tak terpenuhi. Misalkan saja saat kita berharap bisa diterima di sekolah atau perguruan tinggi tertentu. Tapi, ternyata impian kita tak terkabul. Maka, muncullah rasa sedih.
Perasaan sedihpun terjadi pada saat kita kehilangan sesuatu ataupun seseorang yang kita sayang. Misalkan pada saat orang yang kita kasihi meninggalkan dunia ini untuk selamanya, kita pun merasa sedih. Ataupun, kita kehilangan barang kesukaan kita. Muncullah rasa sedih.
Sedihpun terjadi saat kita merasa ditolak. Misalkan kita ingin bergabung dengan sebuah klub tertentu, dan nyatanya kita ditolak mentah-mentah. Penolakan itu bisa menimbulkan rasa sedih.
Bahayanya ketika kesedihan berlarut-larut, orang pun bisa jadi depresi. Orang jadi menarik diri bahkan kadang akibat kesedihan yang berlebih, orang jadi menyiksa diri hingga berani mengakhiri hidupnya.
6. Envy (iri)
Iri terjadi saat kita membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Iri bisa terjadi ketika kita ingin sama atau bahkan mau lebih baik dan lebih hebat dari orang lain. Tatkala, ada orang lain memiliki sesuatu atau keadaan yang kita dambakan, maka rasa iri ini bisa muncul. Misalkan saja, seorang remaja merasa iri dengan sahabatnya yang lebih populer. Hal ini disebabkan karna dalam hatinya, ia pun ingin jadi populer dan dikenal. Maka timbul rasa iri.
Sebenarnya, dalam skala wajar rasa iri ini perlu agar muncul keinginan kita buat berprestasi dan berkompetisi. Dalam dosis normal, rasa iri membuat kita punya ambisi buat menjadi sebaik orang lain, bahkan lebih baik.
Namun, rasa iri yang berlebih pun bisa berbahaya. Kadang, karna rasa iri yang tak terbendung, orang bisa melakukan hal-hal yang jahat buat “menjegal” orang yang dia merasa iri. Kasus memalukan model begini banyak terjadi di dunia olah raga, atau entertainment. Dan banyak pelakunya yang berakhir dengan masuk penjara.
7. Embarrassment (malu)
Rasa malu menunjukkan bahwa kita masih memiliki standard sosial. Umumnya rasa malu muncul karena ada sesuatu pada diri kita yang bertentangan ataupun berlawanan dengan standard yang ada. Misalkan pada saat di sekolah, kita diberitahu harusnya pakai seragam kaos. Tiba-tiba kita muncul dengan pakai resmi, karna tak diberitahukan. Tentu saja, kita jadi malu karna jadi bahan tertawaan orang lain. Dan kita pun malu karna tidak sesuai norma dan standard yang ada.
Kadang, hal-hal yang memalukan ini kita tutupi. Dan kita malu sampai orang lain mengetahuinya. Misalkan saja, baru-baru ini rekan saya bercerita kalau ia pernah memiliki pengalaman yang memalukan disekolah yakni “pipis di kelas”. Untungnya saat itu, tidak ada yang tahu soal itu. Tapi, dia masih mengingatnya sebagai pengalaman memalukan.
Rasa malu sebenarnya penting supaya kita tidak bertentangan dengan norma sosial yang ada. Dalam budaya tertentu, rasa malu juga terkait dengan harga diri. Di Jepang, menteri yang mersa malu karena membuat kesalahan, akan mundur dari jabatannya.
Namun ingat pula rasa malu yang terlalu besar bisa membuat orang tak berani mencoba melakukan apapun. Ataupun bereksprimen apapun. Banyak aktor aktris yang nyeleneh dan menjadi terkenal karena awalnya harus mengatasi rasa malu dan menjadi unik dengan pola, tingkah dan pakaiannya. Ketika merasa bisa mengatasi rasa malu ini, justru membuat mereka jadi populer.
8. Anxiety (cemas)
Rasa cemas terkait dengan antisipiasi kita soal apa yang bakalan terjadi. Rasa cemas sebenarnya juga untuk melindungi diri kita, dari bahaya-bahaya. Misalkan kita cemas tidak naik kelas, atau tidak lulus ujian, maka kita pun belajar. Ataupun cemas jika di hari tua, kita tak punya uang, maka kita pun menabung.
Jadi perasaan cemas adalah bentuk perasaan yang melindungi diri kita dari skenario tak menyenangkan.
Hanya saja, ketika kecemasan terlalu banyak manusia bisa jadi lumpuh. Ini mirip dengan ketakutan, kecemasanpun bisa membuat manusia jadi overthinking. Ia berusaha mengantisipasi apa yang terjadi dan memikirkan semuanya. Akibatnya, banyak orang yang mengalami anxiety disorder, alias kecemasan berlebih. Sampai-sampai mereka jadi stres, susah tidur dan mengalami gangguan fisik dan penyakit gara-gara kecemasan ini.
9. Ennui (ogah, malas)
Perasaan ini menggambarkan perasan malas, bosan, enggan ataupun ogah untuk melakukan apapun. Wujudnya seringkali dalam bentuk sikap dan tindakan tidak berenergi, tidak bersemangat atau tak berhasrat untuk melakukan apapun.
Misalkan saat seorang remaja diajak ayah ibunya ke rumah neneknya didesa. Masalahnya, si anak itu tahu kalau didesa neneknya bakalan susah sinyal. Maka ia pun bersikap ogah-ogahan. Ataupun seoarang anak diajak makan di restoran yang makanannya ia tidak suka. Saat ditanya mau makan apa, dia pun jawab, “Terserah!”. Inilah sikap yang kita kategorikan sebagai ennui, sikap ogah atau malas.
Sikap ini sebenarnya dalam evolusi manusia ada gunanya. Inilah sikap yang membuat seseorang ingin istirahat dan tidak mau ngapa-ngapain. Ini adalah sikap penyeimbang. Bayangan jika seseorang tak punya perasaan ini, dan setiap diajak apapun langsung menjawab, “Siap!!”, “Ayoo!!”. Bayangkan, lama kelamaan tubuhnya orang ini pastinya akan minta istirahat, ataupun kolaps karna kecapean.
Namun, sikap ennui yang berlebihan bisa membuat seseorang jadi menyebalkan. Bayangkan, ia tak bersemangat untuk melakukan apapun. Ia tidak kooperatif dan tidak mau terlibat fisik, maupun mental. Ia menjadi orang asing, dengan menunjukkan perasaan ini.
Nah, itulah dia ke-9 emosi yang diperkenalkan dalam film Inside Out 2. Sebuah film dengan variasi emosi yang semakin banyak serta makin kompleks.
Namun, dari semua emosi itu patutlah kita mencatat, bahwa tidak ada emosi yang dikatakan positif atau negatif. Sejak mata kuliah psikologi dasar, prinsip ini sudah diajarkan. Yang ada dalah perasaan yang menyenangkan (pleasant) dan tidak menyenangkan (unpleasant).
Selain itu, tidak ada emosi yang lebih lenting daripada emosi yang lain. Senua emosi ini diciptakan Tuhan buat kita agar kita bisa menikmati kehidupan yang kaya. Bayangkan, kalau hidup kita hanya didominasi satu jenis emosi saja. Betapa bosannya.
Dan akhirnya, emosi-emosi inipun harus dikelola, agar jangan berlebihan. Sesuatu yang berlebihan, tentunya tidak baik.
Makanya di pelajaran kelas kecerdasan emosi (EQ), ada pelajaran penting. Sangat sulit buat mengontrol emosi kita. Emosi bisa timbul dan hilang begitu saja. Tapi yang perlu dilatih adalah bagaimana kita mengelola (memanage) emosi-emosi itu, saat mereka muncul.
So, jadilah cerdas emosi!
Salam Antusias!
Dr. Anthony Dio Martin
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |