Bayangkan situasinya begini. Anda sedang berada di dalam pesawat yang terbang dalam cuaca yang buruk. Situasi cuaca di luar tidak bersahabat. Pesawatpun tergoncang dari satu sisi ke sisi lainnya. Ternyata, ketika melihat kesana kemari, Anda melihat para penumpang pun memberikan respon yang beragam.
Ada yang mungkin gemeteran, ada yang mulai berdoa dengan khusuknya. Ada pula yang mungkin mulai keringetan dan panik, sambil melihat ke arah pramugari. Bagaimana dengan respon Anda?
Begitulah salah satu pertanyaan dalam soal tes kecerdasan emosi (EQ) yang pernah ditanyakan oleh Daniel Goleman, salah satu pelopor ilmu EQ terkemuka. Dalam pertanyaan ini, sebenarnya adalah untuk menguji apakah Anda memiliki kepekaan emosi, ataukah justru berlebihan responnya, hingga tak terkendali. Intinya adalah melihat bagaimana dalam sebuah situasi tidak menyenangkan, seperti misalkan kondisi pesawat di atas. Apakah Anda memiliki kewasapadaan atau tidak. Faktanya, ada lho orang yang cuek dan tidak peduli sama sekali dengan apapun yang terjadi di sekelilingnya. Atau, malahan sebaliknya. Ada juga yang merespon secara berlebihan. Menjadi panik, hingga menjadi lumpuh karna emosi berlebihan. Misalkan, saya pernah menyaksikan seorang yang begitu paniknya saat kebakaran, justru yang dibawa adalah bantal gulingnya.
Nah, dalam pelajaran kecerdasan emosi (EQ) ada sebuah teknik kelola emosi yang dikenal dengan konsep EAR. Kedengarannya seperti telinga. Tapi mirip dengan filosofi telinga, konsep EAR inipun mengajari kita supaya lebih peka dan waspada saat sebuah kejadian terjadi. Ingat soal telinga, kita juga mungkin ingat dengan filosofinya yakni “Tuhan memberikan kita dua telinga dan satu mulut agar sebelum kita bicara satu kali, kita mau mendengarkan dua kali, biar tak menyesal”.
Simpelnya kata EAR ini adalah singkatan dari E (Event), A (Appraisal) dan R (Response). Makna pembelajaran penting dalam hidup kita adalah biasanya kita itu sangat responsif. Artinya, ketika ada E atau event (kejadian) biasanya kita langsung memberikan R atau response (respon, tanggapan kita).
Jadi kalau digambarkan seperti ini umumnya response kita.
Namun, apa yang terjadi?
Kadang respon langsung itu kemudian kita sesali. Kita jadi menyesal karna memberikan respon demikian. Misalkan, anak kita menumpahkan susu, langsung dimarahi. Padahal anak itu sendiri mungkin tidak sengaja. Namun, setelah dimaki pun, kita jadi menyesal mengapa memaki anak itu.
Dalam training dan seminar, saya menyebutkan manusia yang tidak pikir panjang terhadap suatu situasi, namun seringkali berakhir dengan penyesalan itu sebagai manusia yang impulsif. Ia sering bereaksi secara spontan, namun kadang banyak hal yang ia sesali.
Supaya tidak berespon dengan cara demikian atau tidak menjadi manusia impulsif, terus harus bagaimana?
Jawabannya adalah berlatih jeda. Makanya, salah satu latihan penting menjadi cerdas emosi adalah melatihkan jeda cerdas diantara kejadian dan respon. Jeda itu dinamakan A, atau Appraisal (menilai).
Maka, kalau diperhatikan polanya menjadi:
Dengan pola ini artinya sebelum memberikan sebuah response, seseorang harusnya memikirkan dan menilai situasinya dulu. Misalkan ketika seorang anak kecil yang menumpahkan susunya. Dalam appraisal maka ia akan menilai apakah yang membuat si anak menumpahnya susunya. Apakah sengaja atau tak sengaja? Kalau dimarahi apakah akan menyelesaikan masalah? Bagaimana caranya supaya kelak anak ini lebih berhati-hati? Dengan adanya appraisal ini, seseorang belajar untuk bersikap lebih tenang dan tidak gegabah dalam menyikapi suatu situasi.
Ketika seseorang mampu merespon situasinya dengan menciptakan jeda, saya menyebutnya sebagai manusia yang reflektif. Ini adalah manusia yang bisa bersikap tenang dan tidak gegabah ataupun tergesa-gesa, sehingga tidak menyesal.
Satu hal yang perlu diingat bahwa menerapkan konsep EAR atau menjadi manusia yang reflektif bukan berarti kita jadi lamban atau tidak punya refleks sama sekali.
Jadi, menerapkan EAR pun ada konteksnya. Tentu saja, dalam situasi darurat dan kritis dimana kita mesti merespon cepat, maka respon cepatlah yang didahulukan. Namun faktanya tidak banyak situasi dalam hidup kita yang menuntut kita untuk selalu merespon cepat. Itulah sebabnya kita perlu mempraktekkan ilmu EAR ini.
Yang penting, dengan mempraktekkan ilmu EAR ini kita bisa terhindardari banyak respon yang kita tidak inginkan, atau yang belakamgan kita sesali.
So, semoga ilmu ini membuat kita jadi pribadi yang semakin cerdas emosi.
Be emotionally intelligent!
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |