Dopamine adalah hormon yang keluar saat kita melakukan hal-hal yang menyenangkan buat kita. Apapun aktivitas itu. Nggak peduli,mau baik atau buruk. Selama kita bisa menikmatinya, maka dopamine akan keluar.
Nah, disinilah masalahnya. Kadang ada yang dopaminenya menagih untuk aktivitas yang salah, negatif. Beberapa waktu lalu ada kisah pembunuh berantai di Indonesia, yang menikmati saat-saat korbannya sekarat. Mengerikan! Dopaminnya menuntut, dengan cara yang salah. Begitu juga semua jenis kacanduan, ada hubungannya dengan dopamine ini.
Tapi, kita pun bisa membiasakan dopamine untuk aktivitas yang positif. Rasakan kenikmatan, dan kebahagiaan dari aktivitas itu. Dopamine ternyata bisa dilatih.
Selama masa pandemi ini misalnya, saya bersama anak-anak sering jogging, dan bersepeda pagi-pagi. Sebuah aktivitas yang dulunya nggak terlalu saya sukai tapi mulai dinikmati. Tapi, ada satu hal yang mulai kami nikmati yakni menyiapkan uang-uang kecil berlembar-lembar, yang ditaruh di saku kocek kami. Antar 10ribu hingga 20 ribu. Dan selama berlari dan bersepeda, biasanya ada banyak pemulung dan gelandangan di pagi hari. Disitulah, sambil berlari, kita membagikan uang-uang kecil ini buat mereka. Tidak seberapa jumlahnya. Tapi, momen menyenangkan justru adalah saat memberikan uang kepada mereka dan mereka tersenyum, berkata penuh syukur, “Alhamdulillah, terima kasih!“, “Terima kasih banyak ya Om!“. Nah, perasaan senang dan bahagia itu, luar biasa. Ini lepas dari alasan spiritual, tapi rasa bahagia ketika kita bisa membantu orang itu sendiri sebenarmya sudah menjadi balasannya tersendiri. Kalau dalam bahasa ilmiahnya, dopamine kita ikut terpicu saat melakukannya.
Pada saat kita merasakan kenikmatan dan kesenangan dengan melakukan hal-hal yang baik. Maka kita pun akan tergerak untuk melakukannya. Lagi dan lagi.
Sebenarnya, strategi dopamine inilah yang dipakai oleh social media kita. Ketika kita posting sesuatu, lantas mendapatkan “like” atau “comment” positif, kita merasa senang. Merasa hepi sesaat. Meskipun itu cuma sementara, itulah yang membuat kita terus ‘engage‘ dan bikin posting di sosmed kita. Atau, kalaupun tidak postimg, kita hanya scroll ke atas dan kebawah. Membaca dan mengikuti postingan yang ada. Kitapun merasakan berbagai sensasi. Meskipun ada rasa sedih, kesel, ngeri, jengkel tapi juga ada rasa lucu, senang bahkan terharu. Itulah yang memunculkan dopamine di tubuh kita. Akibatnya, kita pun ketagihan. Kita bisa berjam-jam di social media, tanpa terasa waktunya “terbuang“. Dan memang begitulah, yang dimaui pembuat aplikasinya. Supaya kita terus engage selama mungkin.
Selain untuk hal-hal yang buruk, dopamine tentu saja bisa kita mulai kondisikan buat hal yang baik. Ketika kita mulai membiasakan suatu perilaku tertantu, apalagi belum ada rasa senangnya, dopamine kita belum terpicu. Tapi,ketika lama kelamaan kita mulai menikmati dan enjoy, dopamine kita pun mulai terlatih.
So, cara paling gampang sebenarnya adalah mencari celah dimana ‘kesenangan‘ dalam melakukan sesuatu hal. Apapun itu. Apapun kebiasaan ataupun perilaku positif yang mau kita bangun. Cobalah mulai temukan titik kebahagiaannya dan rasakanlah itu.
Sebagai contoh, saya pernah menggunakan teknik ini untuk mencoach seorang direktur baru yang malas bertemu dengan customer utama mereka. Baginya, itu menghabiskan banyak waktu. Problemnya, ia adalah seorang introvert yang malas bersosialisasi. Tapi, kedekatan dan interaksinya dengan pelanggan utama, sangat dibutuhkan. Penting buat bisnis. So, bagaimana memodifikasi perilakunya? Ya, salah satunya dengan memanipulasi dopaminenya ini.
Problemnya, selama ini, kalau dia bertemu dengan pelanggan. Yang dia rasakan dan besarkan adalah “rasa sakitnya“. Waktunya yang hilang. Aktivitas lain yang dia rasa lebih penting. So, akhirnya setiap kali selesai bertemu pelanggan. Satu pertanyaan yang ditanyakan kepada pelanggannya adalah, “Bagaimana rasanya bertemu dengan direktur itu?“. Rata-rata mengucapkan terima kasih yang luar biasa. Bahkan, ada beberapa pelanggan besar yang memberikan “souvenir” dan banyak ide yang dia peroleh. Keuntungan inilah yang dibahas dan diperbesar. Dan dalam beberapa bulan berikutnya, si Direktur baru ini mulai menikmati bertemu pelanggan.
Sebuah contoh sederhana bagaimana efek positif buat dopamine ini bisa diciptakan.
So, kelak jika ingin membentuk kebiasaan atau sikap yang baru, kita bisa mulai dengan memanipulasi dopamine, buat keuntungan kita. Simple, but it works!
Anthony Dio Martin
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |