
Di penghujung sebuah pelatihan, seorang pria muda mendekati saya. Wajahnya menyiratkan keresahan yang hampir universal. “Pak,” katanya pelan, “gimana caranya ngobrol nyaman? Saya sering canggung, kehabisan kata-kata, lalu diam bersama lawan bicara.”
Saya tersenyum, mengingat betapa sering pertanyaan seperti ini muncul dari berbagai kalangan. “Ngobrol itu seperti main pingpong,” jawab saya. “Kuncinya, bola harus terus berpindah. Kalau satu pihak diam, permainan selesai.”
Ia terdiam, seperti merenungi analogi sederhana yang baru saja saya berikan. Tak lama, ia bertanya, “Tapi bagaimana caranya agar bola terus bergerak? Saya sering merasa bingung harus ngomong apa.”
Saya mengangguk, memahami kegelisahannya. “Satu kuncinya: dengarkan dengan sungguh-sungguh,” jawab saya. “Saat seseorang berbicara tentang hobinya, tanyakan bagaimana ia memulainya. Jika ia berbicara tentang perjalanannya, tanyakan apa yang paling berkesan. Kalau ia berbagi cerita tentang keluarga atau pekerjaannya, cari hal kecil yang bisa Anda gali lebih dalam. Beri umpan balik kecil—anggukan, senyuman, atau pertanyaan ringan. Itu cukup untuk menjaga ritme percakapan.”
Pria muda itu mengangguk perlahan, seakan menemukan jawaban dari keresahannya. “Jadi, obrolan itu tentang mendengarkan dan merespons ya, Pak?”
“Tepat sekali,” jawab saya. “Banyak orang berpikir bahwa menjadi komunikator yang baik berarti harus banyak bicara, tapi kenyataannya, mereka yang terbaik adalah mereka yang bisa mendengarkan. Ngobrol, seperti pingpong, bukan tentang siapa yang lebih kuat, tetapi tentang menjaga ritme dan saling memberi kesempatan.”
Conversational Intelligence adalah seni menciptakan koneksi melalui kata-kata. Percakapan bukan hanya soal berbicara, tetapi juga soal mendengarkan dan memahami. Seperti bermain pingpong, percakapan membutuhkan keseimbangan antara memberi dan menerima. Ketika Anda terlalu banyak bicara, bola bisa keluar dari arena. Ketika Anda terlalu diam, permainan berhenti.
Namun, menjaga bola tetap bergerak bukan berarti Anda harus memaksakan diri. Kadang, hanya dengan menjadi pendengar yang tulus, Anda sudah membuka ruang untuk percakapan yang bermakna. Ingatlah, orang suka berbicara tentang dirinya sendiri, pengalamannya, atau perasaannya. Jadilah seseorang yang memberikan ruang itu. Tunjukkan rasa ingin tahu yang tulus, dan Anda akan terkejut betapa banyak yang bisa Anda pelajari.
Obrolan yang nyaman adalah obrolan yang hidup. Ia mengalir tanpa hambatan, penuh rasa ingin tahu, dan diselingi tawa atau senyuman. Ketika Anda mendengarkan dengan hati, Anda tidak hanya membuat lawan bicara merasa diterima, tetapi juga menciptakan hubungan yang lebih dalam.
Jika suatu hari Anda merasa canggung dalam sebuah percakapan, bayangkan permainan pingpong ini. Jangan biarkan bola berhenti. Berikan umpan balik kecil, lontarkan pertanyaan sederhana, dan biarkan obrolan mengalir. Kadang, keajaiban dalam percakapan terletak pada hal-hal kecil—dengarkan, pahami, dan beri respons yang tulus.
Akhirnya, seperti pingpong, seni ngobrol membutuhkan latihan. Jangan takut mencoba, jangan takut salah. Dengan setiap percakapan, Anda sedang membangun keahlian dalam Conversational Intelligence—kemampuan untuk menciptakan percakapan yang nyaman, hangat, dan bermakna.
“Ngobrol yang baik bukan soal siapa yang paling pintar berbicara, tetapi siapa yang paling tulus mendengarkan.“
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |