
“Mama, aku lahir didownload dari mana?”
Sang ibu, yang tengah menyiapkan sarapan, menghentikan tangannya sejenak. Matanya beralih ke anaknya yang masih berusia lima tahun, duduk di meja makan dengan tablet canggih di hadapannya.
“Maksudmu, sayang?”
“Kan kalau mau aplikasi yang belum ada, harus didownload dulu. Kalau aku? Sebelum ada aku didownloadnya darimana?”
Sang ibu terdiam. Bagaimana mungkin seorang anak sekecil ini bertanya sesuatu yang dulu bahkan tak pernah terpikirkan oleh generasi sebelumnya? Tapi memang, dunia telah berubah.
Ini adalah anak-anak Generasi Beta.
Sejak Mark McCrindle memperkenalkan istilah Generasi Alfa untuk anak-anak yang lahir setelah 2010, pertanyaan besar pun muncul: Lalu, apa setelah Alfa? Jawabannya kini jelas.
Mereka adalah Generasi Beta, anak-anak yang lahir sejak 1 Januari 2025. Generasi yang tidak hanya tumbuh dalam dunia digital, tetapi dunia yang sudah berpikir sendiri. Jika Generasi Alfa adalah mereka yang mengenal internet sebagai bagian dari hidup, maka Generasi Beta hidup di dunia di mana kecerdasan buatan sudah menjadi tulang punggung kehidupan.
Mereka tidak lagi bertanya kepada orang tua untuk memahami dunia. Mereka nantinya akan banyak bertanya dan berinteraksi dengan AI, dan mendapatkan jawaban lebih cepat daripada detak jantung mereka sendiri.
Mereka nantinya tidak hanya membaca buku. Mereka masuk ke dalamnya, mengalami sejarah dalam dunia virtual. Mereka tidak sekadar melihat layar. Mereka berinteraksi dengan realitas yang lebih hidup dibanding dunia nyata. Bayangkan mereka sebagai pemakai dan penikmat teknologi 10 hingga 15 tahun yang akan datang. Itulah kondisi anak-anak Gen Beta ini.
Ketika Generasi Alfa tumbuh dengan media sosial, Generasi Beta terlahir dalam era di mana media sosial sudah dipersonalisasi oleh AI yang memahami emosi dan kebutuhan mereka lebih dari yang mereka sadari sendiri. Saat ini mereka mungkin masih pakai popok dan menyusui, kelak setelah 6 tahun, karakter mereka mulai akan makin kelihatan.
Diramalkan saat Gen B ini belajar nantinya, mereka tidak duduk diam mendengarkan guru berbicara. Mereka belajar dengan mentor AI yang menyesuaikan kurikulum dengan pola pikir mereka, kecepatan belajar mereka, bahkan suasana hati mereka. Mereka tidak hanya tumbuh dengan teknologi. Mereka akan sangat terintegrasi dengan teknologi.
Cepat, Adaptif, dan Berpikir Seperti Mesin?
Dunia ini bergerak lebih cepat dari sebelumnya. Bagaimana kita memprediksi anak-anak Gen B ini? Diramalkan, Generasi Beta bukan hanya cepat dalam berpikir, tetapi mereka juga cepat beradaptasi.
Mereka akan sangat terbiasa dengan perubahan, karena sejak kecil mereka telah hidup di dunia yang terus berubah setiap detik. Mereka terbiasa dengan jawaban instan, karena mereka tak perlu lagi menunggu. Mereka terbiasa dengan personalisasi, karena setiap aspek kehidupan mereka telah disesuaikan dengan preferensi mereka.
Tapi, di balik semua itu, ada satu pertanyaan besar yang harus kita jawab: Apakah mereka masih bisa menjadi manusia seutuhnya?
Ketika segala sesuatu bisa diperoleh dengan cepat, apakah mereka masih memiliki kesabaran? Ketika dunia mereka selalu dipersonalisasi, apakah mereka masih bisa memahami orang lain yang berbeda?
Ketika AI bisa memecahkan hampir semua masalah, apakah mereka masih bisa berpikir kreatif untuk mencari solusi sendiri?
Kita sedang mencetak generasi yang lebih cepat, lebih efisien, lebih cerdas. Tapi apakah mereka akan tetap memiliki empati? Apakah mereka masih bisa merasakan kehangatan dari percakapan tanpa layar?
Generasi Beta tidak akan bertanya, “Bagaimana cara saya mencari informasi?” karena mereka sudah mendapatkannya dalam sekejap.
Mereka tidak akan bertanya, “Bagaimana cara saya memecahkan masalah?” karena AI sudah melakukannya sebelum mereka sempat memikirkan pertanyaan itu.
Tapi mereka mungkin akan bertanya, “Apa artinya menjadi manusia?” Dan pertanyaan itu, tidak bisa dijawab oleh AI.
Saat mereka tumbuh, dunia harus siap. Kita harus siap. Karena kita bukan hanya membesarkan anak-anak dengan IQ tinggi dan akses tanpa batas ke pengetahuan, tetapi kita harus memastikan mereka tetap memiliki hati.
Karena di dunia yang semakin cepat, semakin cerdas, dan semakin terkoneksi, satu hal yang tidak boleh hilang dari mereka adalah sesuatu yang tidak bisa diprogram oleh algoritma: jiwa manusia.
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |