Dani merasa ia berada di tempat kerja yamg salah. Bukan perusahaannya, tapi apa yang dia kerjakan. Saat ini dia diterima di bagian Finance, sesuai dengan latar belakang pendidikannya di akunting. Tapi Dani sebenarnya tidak terlalu suka angka. Ia pun kuliah di bidang itu, karna dipaksa orang tuanya yang mengatakan bidang akunting, lebih gampang cari kerjaan. “Nyaris semua perusahaan pasti butuh akunting”, kata maminya. Orang tuanya ternyata benar, memang Dani tidak punya kesulitan mencari kerjaan, tapi ia merasa ‘hatinya’ tidak di pekerjaan itu. Baginya, kerja di akunting dan meneliti angka adalah penyiksaan besar buatnya.
Dalam kesempatan konseling, saat mengikuti salah satu pogram coaching, ia pun ditanya soal apa yang dia gemari. Dani cerita kalau dia menyukai psikologi. Ia senang mendengarkan dan berinteraksi. Makanya, di kantor ia malah senang terlibat dalam berbagai aktivitas kantor. Bossnya Dani pernah menyindir dia dengan berkata, “Suka ngurusin kerjaan orang tapi kerjaan sendiri tidak selesai”.
Nah, orang-orang seperti Dani, cukuplah banyak di organisasi. Mereka merasa bahwa diri mereka berada di tempat yang salah, tapi tidak bisa berkutik. Ujung-ujungnya mereka tetap mempertahankan pekerjaan mereka, demi ‘sesuap nasi’. Tapi, hatinya nggak disitu. Akibatnya, bukan hanya diri mereka yang menderita, organisasinya pun ikut dirugikan. Karna orang ini sebenarnya berada di tempat yang keliru.
Sebenarnya, ada hal yang bisa jadi petunjuk, kalau seseorang itu berada di tempat kerja yang salah. Nah, apa aja?
1. Stres dengan kerjaannya.
Paling mudah, ia justru stres. Karna nggak cocok dengan kepribadian,minat dan bakatnya, mengerjakan kerjaan itu bikin stres tersendiri. Bahkan, banyak yang mau berangkat kerja saja sudah stres karna membayangkan seharian ia harus mengerjakan pekerjaan itu. Apalagi, saat ia melakukannya. Ujung-ujungnya, ia merasa sangat tidak bahagia dan tersiksa dengan kerjaannya itu. Kadang, bisa terjadi, secara fisik dan mental, orang inipun terpengaruh. Bisa jadi, ia sering nggak masuk kerja ataupun banyak keluhan yang menyertai kerjaannya.
2. Menunda-nunda kerjaannya.
Ketika kita tidak menyukai yang kita kerjakan, hal paling mudah adalah menunda-nunda melakukan pekerjaan itu. Sebenarnya menunda adalah respon bawah sadar untuk mengatakan, “Aku nggak suka dengan kerjaan ini”. Kadangkala, mereka bahkan berharap dengan menunda pekerjaan itu, ujung-ujungnya mereka tidak perlu melakukan kerjaan itu lagi. Kalaupun harus dikerjakan, mereka menunda sampai “last minute” sehingga bisa dikerjakan dengan terburu-buru.
3. Kualitas dan kuantitasnya tidak maksimal.
Ketika suatu pekerjaan tidak kita sukai, maka hal yang lumrah adalah bekerja sesuai dengan standard yang diharapkan. Bahkan, kadang-kadang hasilnya dibawah standard. Kenapa? Karna ketika kita nggak suka dengan suatu kerjaan, maunya adalah cepat-cepat selesai. Pikiran orang yang tidak menyukai suatu kerjaan adalah, “Bagaimana caranya saya bisa selesaikan ini secepat-cepatnya biar saya bisa lakuin hal lain yang saya sukai?”. Akibatnya, kita seringkali tidak bisa mengharapkan adanya kualitas dan kuantitas yang “luar biasa” dari orang yang tidak menyukai kerjaannya itu. Boro-boro mengharapkan kualitas, sudah dikerjakanpun sebenarnya sudah harus disyukuri.
4. Tidak punya kreativitas dan improvement.
Terkait dengan poin no.4 di atas, maka seringkali orang yang tidak menyukai suatu kerjaan, tidak akan memikirkan improvement apapun. Masalahnya, pikirannya tidak ada disana. Mana mungkin ia mau memikirkan improvement. Biasanya, ketika seseorang tak menyukai suatu hal, ia tidak terpikir untuk melakukan perbaikan. Ia pun malas memikirkan kreativitas yang bisa membuat kerjaannya lebih bagus hasilnya. Umumnya, ketika orang tidak suka kerjaan, maka ia akan malas memikirkan improvement. Baginya, kerjaan itu sendiri sudah menyiksa, apalagi harus meluangkan waktu buat memikirkannya. Makanya inilah siklus yang sering terjadi. Pertama-tama, karna ia tidak suka, ia hanya melakukan yang itu-itu saja. Lalu, karena kerjain yang itu-itu saja, ia makin bosan. Kemudian, ia pun makin tersiksa. Lalu, kembali ke siklus awal, ia hanya melakukan yang itu-itu lagi. Itulah siklus penyiksaan yang dirasakan orang yang salah kerjaan.
5. Mencuri waktu buat melakukan yang dia sukai.
Seringkali, kita tahu bakat dan minat sesorang adalah saat ia mengisi waktu luangnya. Bayangkan jika ada seseorang yang mengisi waktu luangnya buat bikin video di saat senggang. Padahal, ia di bidang akunting. Orang ini mungkin lebih tepat diarahkan ke promosi dan marketing karna bidang minatnya ada disana. Atau, bayangkanlah seseorang yang menari ‘breakdance’ saat istirahat diantara jam-jam mengangkat batu bata. Mungkin orang ini lebih tepat diarahkan buat jadi penari latar. Atau pekerjaan lain, yang sifatnya lebih entertaining.
Sekali lagi. Sayangnya, orang yang berbakat kadang tidak berada di tempat yang tepat. Berbagai prosedur dan aturan seringkali menghalangi. Misalkan saja, ketika seseorang berbakat dan berminat di urusan SDM tapi ijazahnya di akunting, seperti kisah Dani di atas. Umumnya ia tidak akan dijinkan masuk ke pekerjaan SDM.
Itu sebabnya, sangat penting bagi bagian SDM dan leadernya buat memotret minat dan bakat timnya sendiri. Umumnya, saya sendiri, sebagai leader, tidak akan pernah memaksa ketika tim tidak berbakat di suatu bidang. Dan lebih tepat diarahkan ke bidang dimana ia punya bakat dan minat. Pengalaman saya, ketika seseorang ditempatkan di bidang yang pas, dia akan lebih hepi. Juga, biasanya lebih banyak ide-ide kreatif yang dimunculkan.
-Anthony Dio Martin-
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |