*Mau beli buku dengan tanda tangan langsung dari saya? Klik Disini
Saya mulai dari pengalaman pribadi. Ketika lulus dari fakultas psikologi UGM, di masa kelulusan saya, IP saya yang tertinggi. Alias, saya lulus terbaik di masa saya! So what?
Tentu saja, lulusan terbaik dari salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia, cukup membuat saya bangga. Tapi nyatanya, kebanggaan itu tidaklah lama. Awalnya dengan bangga saya mendaftar ke perusahaan-perusahaan terkemuka. Saya begitu yakin, IP terbaik akan membuatku mulus mendapatkan pekerjaan. Apalah seperti itu? Ternyata tidak.
Pengalaman terburuk adalah saat mencoba memasuki salah satu bank ternama. Saat itu, setelah melewati serangkaian tes, justru saya tidak diterima. Apa alasannya? Akhirnya, dari salah satu orang HR yang merupakan kakak kelas saya, justru saya diberitahu apa yang terjadi. “Pimpinan kami tahu bahwa kamu pinter. Tapi, kamu itu single fighter, pemain tunggal. Bukan team player, bukan pemain di tim. Padahal, kami butuh pemain tim!”. Jleb!! Masukan itu serasa seperti “sambaran petir” buatku. Bagaimana mungkin, aku ditolak?
Tapi, setelah sempat defensif dan mencoba menghibur diri, akhirnya saya pun mencoba merefleksikan. Masukan itu sebenarnya ada benarnya. Nilai akademik saya yang tinggi, karena saya punya tuntutan tinggi terhadap diriku. Saya punya standard sendiri. Bahkan ketika bekerja dalam tim, dulunya saya bisa mengambilalih kerjaan tim untuk saya kerjakan dengan standard saya sendiri. Alias, saya tidak percaya dengan orang lain. Itulah fakta yang diam-diam harus kuakui. Jadi, perusahaan yang menolakku baru saja memberikan pelajaran terbaik buatku.
Tapi, dari situlah saya sungguh belajar!
Akhirnya, setelah ditolak beberapa kali lagi. Saya pun diterima disuatu group perusahaan ternama di Indonesia, Astra International. Ternyata, justru saya masuk ke sana bukan karena nilaiku yang tinggi, tapi beberapa rekomendasi berdasarkan kemampuan dan aktivitasku ketika jadi mahasiswa. Jadi, lagi-lagi bukan karena nilaiku.
Pengalaman itulah yang menjadi salah satu pembelajaran penting buatku. Ternyata, nilai akademik perlu sebagai standard kelulusan saja, tapi tidak menjadi jaminan! Alias.. tidak cukup!
Jadi, kalau disimpulkan maka ada 3 alasan mengapa saya menuliskan buku ini.
Pertama-tama, buat adik-adik dan rekan-rekan yang sekolah dan kuliah. Intinya, nilai dan rapor bukanlah tidak perlu. Berbeda dengan beberapa motivator bahkan artis yang menyarankan nilai rapor itu tidak perlu. Tapi saya justru ingin menegaskan, sekolah dan rapor itu perlu, tapi tidak cukup hanya itu. Di sekolah dan kuliah, kita juga perlu bersosialisasi. Mengenal orang. Membangun pertemanan. Dan juga terlibat aktif dalam berbagai kegiatan. Berbagai kegiatan itulah yang justru sering kali menjadi pembentuk karakter. Misalkan, kegiatan sepakbola atau basket membentuk karakter kerja tim. Kegiatan bela diri membentuk ketahanan diri. Kegiatan nari ataupun musik, terkait soal disiplin dan latihan. Dan kalau diperhatikan, hampir setiap kegiatan sebenarnya membentuk karakter tertentu. Dan pembentukan karakter ini menjadi penting karena menentukan sikap dan mental kerja dan pribadi kita, kelak setelah keluar dari bangku sekolah dan kuliah! Dan sikap inilah yang sering akan dilihat dan diperhatikan. Tidak ada orang yang akan bertanya, “Nilai rapormu berapa atau IPmu berapa ya?”. Orang akan lebih melihat sikap, karakter serta kemampuanmu! Termasuk yang saya angfap sangatlah penting yakni, kecerdasan emosional, alias EQ. Itulah kemampuan kamu mengelola diri (intrapersonal) serta mengelola orang lain (interpersonal).
Kedua, buat para orang tua yang biasanya sangat ambisius untuk membuat anaknya jadi top ten di kelas, berhati-hatilah. Jangan sampai ambisi orang tua justru merampas kebahagiaan dan kesukacitaan si anak untuk melakukan apa yang dinikmatinya. Anak bukanlah tempat untuk pelampiasan ambisi orang tua yang tak tercapai. Jangan juga jadikan anak sebagai sarana membangun gengsi. Banyak anak jadi depresi, gara-gara ini. Begitupun, gaya pengasuhan orang tua tidak bisa lagi isinya hanya pemaksaan. Menghadapi milenial, orang tua juga perlu berjiwa milenial. Pola asuh yang dulu, perlu disesuaikan. Anak sekarang tidak bisa dididik dengan cara yang dulu. Dan orang tua pun tidak bisa terus-menerus membandingkan analnya dengan dirinya dulu. Stop menjadi seperti sejarawan yang terus-menerus bercerita tentang kehidupannya dulu!
Ketiga, tentunya juga buat para guru. Para guru, menjadi sumber utama pendidikan anak. Apalagi, saat ini jam belajar menjadi semakin lama di sekolah. Ditambah, orang tua juga begitu sibuknya. Banyak orang tua yang meletakkan tanggung jawab ini kepada para guru, para pendidik. Maka, gurupun perlu paham bahwa peran mereka bukan lagi melulu akademik. Mereka perlu memprogram anak-anal didik mereka dengan berbagai sikap dan karakter positif yang mereka butuhkan kelak.Misalkan saja, ketangguhan atau kegigihan dalam menghadapi kesulitan dan masalah. Karena itulah, si guru pun harus jadi role model dan melakukan peran lain selain menjadi penyampai mata pelajaran. Justru anak-anak akan mengingat guru dan dosen yang bukan sekedar yang datang dan melakukan tugas mengajar. Survei terbuka dengan para siswa dan alumni selalu mengungkapkan para guru yang unik, dekat, bukan sekedar mengahar tapi bisa menjadi sahabat dan teman buat siswa siswinya. Guru semacam itulah yang diingat!
So, karena berharap pengalaman dan pembelajaran saya bisa dipetik hikmahnya, maka saya pun tergerak untuk menuliskan buku “Ketika Pintar Saja Tidak Cukup” ini dengan bekerjasama dengan Elex Media Komputindo. Dan semoga saja, kehadiran buku “Ketika Pintar Saja Tidak Cukup Ini” bisa membuka wawasan, memberikan tips dan strategi juga kepada remaja, para orang tua dan guru, apa saja yang dibutuhkan untuk mempersiapkan kehidupan remaja buat masa depannya! Kehidupan remaja yang sukses bukan perjalanan akhir yang masih panjang, tapi sebuah proses yang harus dimulai dari sekarang. Dan mari kita selalu mengingat bahwa, pintar saja memang tidak cukup!
Salam Antusias!
*Yakin tidak ingin beli buku ini? Lihat alasannya Klik Disini
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |