Mengapa ada banyak lulusan terbaik, justru tidak terlalu bagus karirnya?
Mengapa mahasiswa ber-IP paling tinggi, bukanlah yang paling sukses di tempat kerjanya?
Mengapa yang paling cerdas di sekolah, tak menjamin bahwa karirnya juga paling cemerlang di tempat
kerja?
Jawabannya adalah, karena cerdas di sekolah dan kampus, tak menjamin seseorang juga pasti sukses di
tempat kerja.
Malahan ada banyak lulusan terbaik, justru menjadi terlalu tinggi hati, egois, meremehkan orang lain
dan sulit bekerjasama dengan orang lain. Itulah faktor yang sering membuat mereka tak terlalu berhasil
di tempat kerjanya.
Itulah yang membuat banyak ahli dan praktisi berkata, dibutuhkan kecerdasan lain selain kecerdasan
intelektual. Salah satu kecerdasan lainnya adalah kecerdasan emosional, atau yang biasa disingkat EI
(Emotional Intelligence) atau EQ (Emotional Quotient).
Peter Salovey dan John Mayer adalah dua akademisi yang pertama kali memperkenalkan EQ di tahun
1990. Lantas di tahun 1995, Daniel Goleman membuat EQ menjadi sangat populer dengan bukunya
"Kecerdasan Emosional: Mengapa Itu Lebih Penting Daripada IQ"
Dalam bukunya, Daniel Goleman berkisah tentang sebuah kejadian tragis di tahun 1992 dimana ada
seorang pelajar jenius bernama Jason Haffizulla yang menikam guru sains-nya yang bernama David
Pologrutto. Hal itu lantaran gurunya itu hanya memberi nilai "biasa saja" di pelajaran fisikanya. Jason
marah lantas menikam gurunya itu. Daniel Goleman berkata, "Faktanya ada banyak orang yang otaknya
pintar, tapi tidak cerdas dalam mengelola emosinya, dan itulah yang membuat mereka gagal dalam
pekerjaan dan kehidupannya".
Kecerdasan emosional, bahkan dikatakan bisa berpengaruh 80% terhadap kesuksesan seseorang.
Ada kisah tentang Igor dan Ernest. Igor, pemuda yang cerdas, dan punya IQ sangat cemerlang. Ia sangat
jago di sekolah. Hal itu membuatnya malas bekerja kelompok dengan murid lain. Ia bahkan suka
mencibir teman lainnya yang dianggap benalu. Sementara, Ernest pemuda yang biasa-biasa saja.
Nilainya oke-oke saja. Ia tetap berusaha belajar dengan tekun. Namun, hasilnya tetap biasa saja. Namun,
Ernest punya kemampuan beradaptasi dengan lingkungannya. Ia diterima di banyak kelompok. Ia ramah
dan banyak men-support teman-temannya. Ia pun banyak disukai.
Saat kerja, Igor dan Ernest bekerja di tempat yang sama. Sementara Igor sering ribut dengan atasannya.
Ernest justru lebih banyak diterima oleh rekan kerjanya. Akhirnya, saat waktu promosi tiba, Ernestlah
yang justru naik posisinya. Alasan Ernest yang dinaikkan adalah karna ia dianggap lebih bisa diterima,
konflik tidak akan banyak dan ia lebih bisa memimpin. Dibandingkan Igor, Ernest sikapnya lebih baik.
Itulah yang membuat Ernest dipromosikan.
Bisa dikatakan, Igor IQ-nya bagus tapi lemah EQ-nya. Sementara, Ernest, IQ-nya biasa saja tapi EQ-nya
lebih baik. Itulah yang membedakan Ernest dari Igor.
Hal ini bukan berarti IQ tidak penting. Tapi, alangkah bagusnya kalau IQ yang tinggi, juga dibarengi
dengan EQ yang cerdas. Berita baiknya adalah EQ selalu bisa dikembangkan dan bisa dipelajari.
Mulai sekarang bangunlah empat aspek dari kecerdasan emosional yang penting.
Pertama, kesadaran diri. Sadar diri artinya dirimu peka dengan kebiasaan dan pola dalam hidupmu. Ada
pola yang merusak dan tak bermanfaat. Ada kebiasaan yang buruk. Semakin sadar, semakin engkau bisa
mengubahnya. Sadar diri juga berarti dirimu fokus mengembangkan kelebihan dan kemampuanmu, dan
tidak diperlemah oleh kekuranganmu.
Kedua, manajemen dirimu. Kelola dirimu sebelum kelola orang lain. Kelolalah emosi dan mood-mu
setiap hari. Jangan biarkan lingkungan dan situasi yang mendikte hidupmu. Bahkan dengan melatih cara
berpikirmu, engkau bisa mengelola mood dan emosimu setiap hari. Pilih sudut pandang yang
bermanfaat dan konstruktif, saat menghadapi situasi apapun. Manajemen diri adalah tanda kematangan
diri.
Ketiga, sadari orang lain. Belajarlah memiliki radar emosi keluar. Cobalah peka dengan apa yang terjadi
pada orang disekitarmu. Jangan egois. Belajarlah empati. Pepatah mengatakan, "People don't care how
much you know until they know how much you care" (orang tak peduli sebanyak apa yang Anda tahu
sampai mereka tahu seberapa pedulinya Anda). Miliki kemampuan membaca emosi orang lain.
Keempat, pengelolaan orang lain. Hasil akhir kecerdasan emosional bisa dilihat dari hubungan dan
interaksimu dengan orang lain. Ketika dirimu banyak bermasalah dengan orang lain, jangan cepat
menyalahkan orang lain. Bisa jadi dirimu yang bermasalah. Ubah pendekatan dan caramu berinteraksi.
Mulai sekarang, bangun, latih dan terus kembangkan EQ-mu. Percayalah, banyak kesuksesan, karir dan
masa depan kehidupanmu, akan ditentukan oleh kecerdasanmu di aspek ini.
Be emotionally intelligent person!
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |