MBTI, singkatan dari Myers-Briggs Type Indicator, adalah salah satu alat assessment yang sudah ada sejak lama. Ini termasuk yang amat populer. Orang-orang pun bisa dengan mudah mengikuti tes onlinenya, dari yang berbayar sampai gratisan.
MBTI pertama diciptakan oleh seorang ibu dan anak, Katharine Cook Briggs dan anaknya Isabel Briggs Myers, pada tahun 1917 dengan mendasarkan pada pengembangan teori seorang tokoh psikolog analitis yang terkenal, Carl Gustav Jung.
Sejak itu, dikatakan bahwa ada sekitar 1,5 juta orang diseluruh dunia yang mengikuti tesnya secara online. Bahkan, dikatakan sekitar 88 persen dari perusahaan yang masuk dalam kategori Fortune 100 menggunakan MBTI ini sebagi alat buat seleksi maupun buat training. Ya, begitulah bagaimana MBTI berkembang dan dikenal di seluruh dunia.
Saat ini pun, penggunaan MBTI termasuk sangat luas. Dalam organisasi dan perusahaan, alat MBTI ini banyak dipakai mulai dari screening, rekrutmen, pelatihan, coaching hingga penentuan posisi yang tepat (placement).
Dan dalam pengembangannya untuk kehidupan sehari-hari, MBTI ini telah banyak dikembangkan. Saya melihat bagaimana MBTI dipakai buat menentukan tim proyek, hingga konsultasi perkawinan. Bahkan, ada buku spiritual yang bicara soal bagaimana tipe MBTI dikaitkan dengan cara berdoa yang berbeda-beda. Dan, bahkan ada yang memetakan karakter dalam Disney, dengan tipe MBTI mereka yang berbeda-beda.
Itu menunjukkan bagaimana MBTI dikembangkan dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Bagusnya? MBTI termasuk salah satu alat yang populer, mudah diaplikasikan dan praktis dipelajari. Problemnya? Seberapa ilmiahnyakah MBTI itu? Dan sejauh mana “DO” (boleh) dan “DON’T” (tidak) nya penggunaan MBTI saat penerapan praktisnya?
Jika melihat dari berbagai kajian ilmiah, komentar para ahli serta para pemakainya, maka ada beberapa kesimpulan penting soal MBTI ini. Saya sendiri sebagai trainer dilatih untuk mengajarkan MBTI, sejak tahun 1996. Dan sejak itulah saya bersyukur, bisa sharing dan membagikan ilmu MBTI ke berbagai instansi dan organisasi di Indonesia. Ribuan orang pernah saya latih, dan dari pengalaman inilah, saya ingin menyimpulkan sekaligus berbagi pengalaman menarik seputar MBTI ini.
Salah satu kasus yang menarik yang pernah saya alami adalah kejadian dengan salah satu klien kami di Surabaya. Waktu itu kami mengajarkan MBTI buat keperluan coaching. Si Direktur Sales yang mendengarkan, menjadi sangat, bahkan terlalu bersemangat dengan MBTI. Ujung-ujungnya, dia memutuskan untuk mengetes team sales dan memutuskan mereka yang “introvert”, tidak cocok di sales dan berpikir memindahkan mereka ke posisi yang lain. Bayangkan, betapa paniknya si owner? Ujung-ujungnya, si owner minta bantuan untuk melakukan follow up buat memberikan penjelasan bagaimana menggunakan MBTI ini dengan tepat. Saya menganggap ini kesalahan kita sebagai training vendor yang terkadang bisa lupa memberikan batasan soal “Do” dan “Don’t” dalam penggunakan alat asssement semacam MBTI. Singkat cerita, kami harus kembali ke Surabaya buat memberikan training lanjutan soal aplikasi MBTI yang lebih pas.
Memang, kadangkala, orang dengan latar belakang non-psikologi (maafkanlah, ini bukan menuduh!), ketika terobsesi dengan sebuah tools atau alat psikologi, menjadi berlebihan dalam mempromosikan tools tersebut. Kadangkala, mereka bahkan lebih bersemangat daripada para psikolog yang sebenarnya punya dasar ilmiah dan teorinya. Akibatnya, tanpa landasan ilmu dan teori yang mendalam, yang terjadi adalah klaim, dan penyataan ‘promosi’ yang kadang berlebihan. Ini nggak salah sih. Kan, memang sepatutnya seseprang harus percaya dengan ‘alat assesment’nya. Tapi, ketika terlalu lebay, alias berlebihan, jadinya mirip seperti promosi marketing daripada menceritakan sebuah alat yang ilmiah.
Sekarang, untuk jelasnya, mari kita simpulkan beberapa pro dan kontra diseputar alat MBTI ini.
1. Alat ini sudah ada sejak lama. Jadi ada banyak tulisan dan penjelasan tentang alat ini dimana-mana. Mulai dari obrolan biasa sampai riset ilmiah bisa kita temukan.
2. Praktis dan mudah dipahami. MBTI, termasuk salah satu alat dalam psikologi, mirip seperti DISC yang praktis dan mudah diaplikasikan. Tidak dibutuhkan pengetahuan psikologi yang mendalam buat memahami dan menggunakan MBTI
3. Sama seperti alat tes lainnya, alat ini terbukti baik sebagai alat untuk refleksi diri, untuk membangun kesadaran diri dan untuk pengembangan diri. Karena itu alat ini banyak dipakai untuk keperluan coaching, training dan pengembangan diri.
4. Aplikasi MBTI saat ini sangat banyak dan variatif. Setelah memahami MBTI ini, dapat kita aplikasikan buat banyak bidang. Bahkan MBTI bisa dipakai buat mendidik dan membesarkan anak (parenting), pendekatan di sekolah (education), bimbingan pemilihan karir dan jurusan (career counseling), konseling perkawinan (marriage counseling) hingga coaching mentoring karyawan. Ada yang bahkan menggunakannya buat seleksi dan penempatan, meskipun buat yang terakhir ini kita harus berhati-hati.
1. MBTI dianggap melabel dan mengecap seseorang dalam kategori-kategorinya (ada 16 tipe di MBTI). Ini dianggap mengkotak-kotakkan manusia, seolah-olah manusia tidak ada bedanya dengan produk yang tinggal dikategori-kategorikan. Maka, dianggap kurang manusiawi.
2. MBTI pun dianggap terlalu hitam dan putih dalam ketegorinya. Misalkan manusia dibagi jadi ektrovert dan introvert. Jadi, kalau Anda bukan ektrovert, maka dirimu pastilah introvert. Banyak yang akhirnya mulai menentang kategori hitam-putih ini. Bahkan ada yang menolak ketegori ini hingga menciptakan istilah baru ‘ambivert’ sebagai wilayah abu-abu dinatara ciri introvert dan ekstrovert.
3. MBTI dianggap over claim alias banyak klaim berlebihan yang tidak mendasar. Para psikolog, pengajar dan coach yang suka dan memihak MBTI dianggap terlalu berlebihan dalam menyatakan keunggulan MBTI sehingga kesannya tidak beralasan dan hanya berdasarkan pernyataan dan kesan subjektif dan tidak ilmiah.
4. Ada banyak ilmuwan dan psikolog yang menentang MBTI karna banyak pula riset ilmiah soal validitas dan reliabilitas MBTI yang semakin mempertanyakan kesahihan alat ini, sebagai alat ilmiah. Salah satu professor yang mempertanyakan keilmiahan MBTI adalah Adam Grant, seorang psikolog di Universitas Pennsylvania;s Wharton School yang menganggap MBTI tidak memenuhi 4 kategori ilmiah: reliabilitasnya, validitasnya, independensi skalanya (independent) serta cakup menyeluruhnya (comprehensive). Artikel cukup pedasnya ditulis disini.
5. Riset yang menunjukkan bahwa alat ini tidak terlalu konsisten akurasinya. Bahkan tes retes dengan alat ini bisa menghasilkan hasil yang berbeda. Ilmuwan lain yang menentang MBTI adalah Dr. David J. Pittenger, seorang peneliti psikometrik dari College of Liberal Arts, Marshall University. Dari penelitiannya sejak 1993 hingga 2005 menunjukkan bahwa, “akurasi MBTI cuma sekitar 5 minggu, setelah itu orang bisa berubah, dengan demikian klaim bahwa alat ini mengukur kecenderungan tetap seseorang itu, tidak terlalu benar”. Komentar lain dari Dr Pittenger, bisa dibaca disini.
6. Lembaga dan organisasi yang mengambangkan alat MBTI juga dianggap terlalu komersial. Klaim mereka soal validitas dan reliabilitas alat MBTI juga dianggap seringkali tidak punya bukti ilmiah. Banyak dasar mereka adalah atas testimonial, kesan dan opini pengguna yang terkadang, sifatnya subjektif dan tidak punya dasar ilmiah.
Lantas, dengan adanya pro dan kontra seperti di atas, berarti MBTI tidak bermanfaat dong? Eits, nanti dulu. Mari hindari berpikir hitam putih. Justru dengan adanya catatan pro dan kontra itu, harusnya kita semakin bijak bersikap. Baik bagi para trainer, HR di perusahaan, pimpinan, apalagi psikolog yang menggunakan alat ini, mestinya bisa bersikap makin arif menyikapi MBTI. Jangan sampai terjadi lagi klaim-klaim yang terlalu berlebihan. Nggak perlu juga antipati, hanya karna Anda lebih suka dengan alat yang lain, selain MBTI ini.
Jadi, bagaimanakah kita bisa mengoptimalkan alat MBTI ini, buat keperluan pribadi, dan pengembangan organisasi?
Berdasarkan pengalaman mengajarkan MBTI imi dan atas berbagai kajian ilmiah, ada beberapa tips yang ingin saya bagikan sebelum menutup tulisan ini:
1. MBTI untuk ‘menjelaskan’ bukan ‘menuduh’. MBTI lebih baik dipakai untuk memiliki pemahaman mengapa orang lebih suka melakukan satu hal dibanding yang lain. Atau mengapa cenderung tertarik melakukan hal ini, dibanding yang lain. Dari pemahaman ini kita jadi punya pengertian tentang seseorang. MBTI pun membuat kita lebih paham dan lebih sabar, bahkan memaklumi, tatkala orang lebih suka dengan hal-hal tertentu. Makanya, MBTI bisa dipakai buat meningkatkan komunikasi, hubungan antar pasangan dalam keluarga, hubungan orang tua dan anak bahkan untuk hubungan antara atasan-bawahan, atau sebaliknya.
2. MBTI buat pengembangan, bukan pembatasan. Artinya apa? Berdasarkan pengalaman, MBTI lebih besar manfaatnya ketika dipakai untuk pengembangan, coaching ataupun training. Memang sih, banyak yang menggunakan alat ini buat seleksi dan penempatan. Tapi, jika dipakai buat seleksi haruslah berhati-hati. Sebagai contoh mudah, apakah seorang ‘introvert’ lantas tidak bisa jadi sales? Jawabnya, belum tentu! Tergantung itu sales apa. Faktanya, ada banyak kok salesman introvert yang justru sukses merawat pelanggannya hingga bertahun-tahun, karna orang introvert lebih sabar dan telaten sebagai sales dibandingkan yang ektrovert. Bayangkan, kalau Anda sebagai pimpinan lantas menolak orang introvert sebagai sales Anda, padahal mereka potensial untuk merawat customer Anda. Betapa ruginya?
3. MBTI bagus untuk umpan balik perbaikan bukan penghakiman. Melanjutkan poin no.2 maka dikatakan MBTI bisa jadi alat untuk memberikan umpan balik dan pengembangan orang ke depan. Misalkan saja dalam MBTI ada orang bertipe yang N (intuition) yang cendrung melihat sesuatu, secara abstrak dan konseptual. Mereka mungkin saja melewati detil-detil. Maka, dalam pengembangan, mereka yang terlalu N, perlu dilatih untuk lebih teliti dan mencoba memasukkan dan melatih agar lebih detil. Dengan demikian, MBTI justru memberi ruang buat pengembangan diri kita.
So, jadi tidak perlu bersikap ekstrim diantara yang memuja MBTI secara berlebihan, atau juga yang jadi penentang MBTI. Bersikaplah arif dan bijak. MBTI, sebagai sebuah instrument kepribadian yang mencoba memetakan ranah kepribadin yang begitu luas, pasti ada keterbatasannya. Tidak perlu diklaim secara berlebihan. Dan buat yang mempromosikan alat MBTI inipun, tak perlu bersikap sangat defensive terhadap masukan maupun umpan balik. MBTI, tetaplah terbukti membantu banyak orang untuk mengembangkan dirinya ke depan. Banyak klien dan peserta saya yang terbukti terbantu dengan alat MBTI ini kok (tuh kan saya sendiri kok jadi ikut-ikutan melakukan klaim berdasarkan pengalaman subjektif yang kesannya nggak ilmiah??!!).
Anthony Dio Martin
Writer, Inspirator, Speaker & Entepreneur (WISE)
CEO HR Excellency & Miniworkshopseries Indonesia
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |