Donald Trump, adalah mantan presiden US yang unik. Twitternya menjadi corong baginya untuk mengungkapkan segala perasaannya. Kesel, jengkel, marah, memaki, ia tuangkan di twitternya. Akibatnya? Sebagai pemimpin negara adidaya, jutaan oramg ikuti twitternya. Ada yang karna kepo. Tapi banyak yang ingin tahu, apa suasana hati dan pemikirannya. Itulah sumber berita.
Begitu juga, ada banyak selebiriti yang suka mengungkapkan semuanya di social media. Followernya pun banyak. Malahan,banyak diantaranya adalah para wartawan. Karna itu bisa jadi sumber berita. Bahan gossip yang bisa langsung viral. Justru, keluhan, curhatan dan berbagai kasus ‘personal‘ akhirnya terungkap melalui cuitan, postingan dan foto-foto yang dipostingkan.
Saat inipun ada begitu banyak yang menggunakan social medianya sebagai tempat membuang sampah emosinya. Ketika marah dengan seseorang. Ketika kecewa. Ketika punya masalah, tanpa pikir panjang social media menjadi tempat sampah kita. Tulisan ini pun terinspirasi beberapa cerita dan kisah viral yang terjadi gara-gara tulisan di social media. Anda pasti bisa kaitankan dengan berita-beritanya belakangan ini.
Tentu saja, apa yang terjadi ketika dimuat social media?
Pertama-tama, namanya juga social. Itu sama artinya, Anda berteriak kepada dunia. “Saya lagi punya masalah ini“, “Dengar ya, ini problem saya“, “Perhatian! Perhatian! Ini lho yang saya alami“. Akibatnya, sesuatu yang tadinya orang tidak tahu, lantas jadi konsumsi pubkik. Semua jadi tahu. Pertanyaannya apakah memang intensinya Anda adalah ingin semua orang tahu.
Kedua, orang lain jadi tahu tapi tidak akan bisa membantu. Kebanyakan sampah emosi yang dilempar ke social media, cuma akan mengundang respon dan komentar, tapi tidak ada yang akan membantu. Apalagi, kebanyakan dari orang yang membaca adalah orang asing. Malahan, lebih parahnya, ada yang justru mensyukurin masalah yang Anda ungkapkan. Jadi, sebenarnya selain hanya melampiaskan, persoalannya pun tidak menjadi lebih baik. Anda cuma jadi ‘santapan keingintahuan‘ orang, lantas Anda akan segera dilupakan dengan persoalan Anda yang belum kunjung selesai.
Ketiga, hati-hatilah dampaknya. Ketika postingan itu menyangkut orang lain atau pihak lain, hati-hatikah dengan dampak dan akibatnya. Ingat kan kisah suami yang dicopot jabatannya, hanya gara-gara sang istri tidak mampu menjaga ‘mulut‘nya dengan memuntahkan kebencian dan kemarahannya di social media. Siap-siaplah pula ketika orang yang terkait dengan postingan kita yang merasabtidak enak, mungkin jadi membalas atau pun jadi berbalik memusuhi atau bersikap antipati kepada kita.
Keempat, berpikirlah jangka panjang. Dalam training Kecerdasan Emosional ada yang namanya Consequential Thinkimg (berpikir konsekuensial). Jadi, pikirkan konsekuensi dan jangka panjangnya. Ingatlah, sekali diposting secara digital maka akan sulit dihapus. Jejak digitalnya akan tetap ada. Bahkan belasan tahun setelah diposting. Nah, kalau suatu ketika dalam kondisi kesel, kita posting lantas kita hapus. Namun, terkadang netizen masih bisa menggali jejak digital itu dan itu biaa dipakai untuk menjatuhkan kita, kelak.
Kembali ke nasihat yang sederhana. Hati-hati dan jangan pernah, dalam kondisi emosi marah, kesel atau jengkel, membuat postingan gara-gara situasi hati Anda yang buruk saat itu. Jangan gampang memuntahkan perasan buruk atau hari atau situasi hati yang tidak menyenangkan begitu mudahnya di social media. Jangan sampai kita menyesalinya, belakangan! Serius pikirkan: pantas, layak dan bergunakah hal seperti ini diungkapkan di social media? Atau mendingan diselesaikan secara personal aja? Bijaklah dengan postingan kita!
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |