Ada kisah inspiratif dari seorang pemimpin bisnis yang membuat kesalahan besar dalam investasi. Keputusan yang diambilnya ternyata salah dan menyebabkan saham perusahaan anjlok. Saat rapat pemegang saham, ia memilih untuk bertanggung jawab penuh atas kesalahan tersebut. Di hadapan semua orang, ia melepaskan jasnya, berdiri tegak, dan berkata, “Ini sepenuhnya kesalahan saya. Jangan menyalahkan siapapun. Jika dianggap tak layak, saya akan mundur. Tapi, kalau masih diberi kepercayaan, saya janji akan memperbaiki.” Sikap ini membuat para pemegang saham menghormatinya, dan akhirnya, ia tetap dipercaya untuk memimpin perusahaan. Bisnis tersebut bahkan mengalami pertumbuhan setelah kejadian itu.
Contoh ini menunjukkan bagaimana seorang pemimpin yang bertanggung jawab tidak menyalahkan orang lain. Ia mengambil alih kesalahan dan berjanji untuk memperbaikinya. Berbeda dengan kebiasaan umum, di mana saat mencapai prestasi, banyak orang ingin mengklaim kesuksesan tersebut. Namun, saat terjadi kesalahan, mereka cenderung saling menyalahkan dan mencari kambing hitam. Fenomena ini sering disebut dengan “pointing finger,” yaitu mengarahkan jari ke orang lain tapi lupa introspeksi diri.
Ada pepatah yang mengatakan, “Kuman di seberang lautan tampak, tapi gajah di pelupuk mata tak tampak.” Pepatah ini mengingatkan kita betapa mudahnya melihat kesalahan orang lain, tetapi seringkali kita lupa untuk melihat kekurangan diri sendiri. Filosofi “pointing finger” menggambarkan situasi di mana seseorang lebih fokus mencari kesalahan pada orang lain daripada merenungkan perannya sendiri dalam suatu masalah. Saat satu jari menunjuk ke orang lain, empat jari lainnya sebenarnya menunjuk pada diri sendiri.
Pengalaman pribadi mengajar juga sering kali menunjukkan contoh konkret dari filosofi ini. Suatu ketika, dalam sebuah sesi pelatihan mengenai “Toxic Employee”, seorang peserta dengan antusias berkata, “Pak Anthony, saya tahu siapa yang Bapak maksud!” Ia begitu yakin bahwa ciri-ciri yang dijelaskan sesuai dengan salah satu rekannya. Namun, yang mengejutkan, beberapa minggu kemudian, justru peserta tersebutlah yang menunjukkan perilaku toxic di tempat kerjanya. Ia sering kali mengkritik rekan kerjanya, menyalahkan orang lain atas kegagalan tim, dan menolak tanggung jawab atas kesalahannya sendiri. Ini adalah contoh nyata bagaimana mudahnya melihat kesalahan orang lain, tetapi sulit untuk mengakui kesalahan diri sendiri.
1. Kurangnya Self-Awareness
Banyak orang memiliki refleksi diri yang lemah, sehingga tidak sadar akan kelemahan atau kesalahannya sendiri. Mereka tidak melakukan introspeksi dan lebih suka mencari-cari kesalahan di luar diri mereka.
2. Kebiasaan Menyalahkan Orang Lain
Menyalahkan orang lain adalah cara yang mudah untuk melepaskan diri dari tanggung jawab. Ketika orang lain dianggap bersalah, mereka merasa tidak perlu bertanggung jawab atas kegagalan atau masalah yang terjadi.
3. Kurangnya Feedback
Seseorang yang tidak pernah menerima masukan atau kritik cenderung merasa dirinya selalu benar. Tanpa adanya feedback, mereka tidak menyadari bahwa mereka mungkin berperan dalam masalah yang terjadi.
4. Fokus pada Kesalahan Orang Lain
Ada individu yang terbiasa mencari-cari kesalahan orang lain sebagai bagian dari karakternya. Mereka lebih sering memperhatikan kelemahan orang lain daripada berfokus pada kekurangan diri sendiri.
1. Akui Kesalahan Diri
Ingatlah bahwa kita pun bisa bersalah. Dalam sebuah organisasi, semua orang saling terkait, dan mungkin kita juga berkontribusi pada masalah yang terjadi. Introspeksi diri adalah langkah pertama untuk memperbaiki diri.
2. Hindari Menyalahkan Orang Lain
Menyalahkan orang lain hanya akan membuat mereka defensif dan tidak produktif. Sebaiknya, berikan saran yang konstruktif dan solusi yang dapat membantu memperbaiki situasi.
3. Fokus pada Solusi
Menunjuk kesalahan orang lain tidak akan menyelesaikan masalah. Lebih baik berfokus pada apa yang bisa dilakukan selanjutnya untuk memperbaiki keadaan dan mencegah masalah yang sama terulang.
4. Mengaku Salah, bukan berarti Lemah
Banyak orang yang perlu menunjuk kesalahan orang, karna takut dianggap bersalah. Bagi mereka salah adalah aib. Salah itu sesuatu tanda kelemahan. Makanya, mereka merasa pantang mengaku salah, dan lebih baik bagi mereka mencari kesalahan pada orang lain.
Sebagai penutup, kalau bisa disimpulkan, filosofi “pointing finger” ini adalah sikap yang seringkali diambil oleh banyak orang ketika terjadi masalah. Namun, sikap ini tidak produktif dan hanya menambah beban masalah. Sebaliknya, sikap yang bertanggung jawab dan fokus pada solusi adalah kunci untuk mengatasi masalah dengan efektif. Mengakui kesalahan diri sendiri, menghindari menyalahkan orang lain, dan mencari solusi bersama adalah langkah-langkah penting dalam menciptakan lingkungan yang positif dan produktif. Ingat, saat satu jari menunjuk ke orang lain, minimal tiga jari lainnya mengingatkan kita untuk melihat ke dalam diri sendiri.
Salam Antusias
Dr. Anthony Dio Martin
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |