Ini kasus klise. Seorang karyawan yang sudah kerja tiga tahun berkeluh kesah, “Gajiku nggak naik-naik. Resign aja ya Pak Martin?”.
“Sebentar! Kamu yakin?”, jawabku.
Aku teringat dengan Socrates yang pernah mengatakan, sebelum mengatakan sesuatu, tanyakanlah 3 hal: apakah itu benar? Apa itu perlu? Apakah itu memberikan manfaat? Maka, saya pun mengajukan tiga pertanyaan yang perlu juga dijawab oleh si karyawan itu.
Pertama, apakah dia yakin setelah itu akan dapat kerjaan?
Dua, apakah dia yakin bukan karena kesalahan dia sehingga gajinya tidak pernah dinaikkan?
Ketiga, apakah dia yakin selain gaji dia tidak mendapatkan manfaat yang lain?
Mengapa perlu menjawab ketiga pertanyaan tersebut. Mari saya jelaskan dari sudut pandang seorang konselor karir ketika memberikan nasihat kepada mereka yang kepingin cepat-cepat resign dari pekerjaannya.
Pertama, adakah pekerjaan lain setelah resign? Terkadang, seseorang begitu terburu-buru untuk resign dari tempatnya bekerja hanya karena suatu masalah. Entah soal gaji, atau pun masalah hubungan. Lantas, mereka kemudian buru-buru berhenti. Persoalannya, setelah resign, pasar tenaga kerja tidak menyerapkan. Akhirnya, dia pun lama menganggur. Banyak yang lantas berpikir, dia akan bisa meminta untuk kembali bekerja di tempat lama. Umumnya, usaha balik ke tempat lama biasanya tidak berhasil. Masalahnya, posisinya sudah diisi orang lain. Atau, perusahaan sudah terlanjur sakit hati kepadanya.
Kedua, apakah bukan kesalahan dia, ketika gajinya nggak naik-naik? Disinilah, banyak karyawan yang merasa geer. Dia berpikir dirinya telah memberikan banyak kontribusi. Soal kenaikan, ukurannya bukan dari perspektif karyawan saja tapi juga dari sudut pandang pimpinan, alias manajemen. Seringkali karyawan secara subjektif berpikir ia telah berkontribusi dan kerja banyak. Tetapi, manajemen merasa apa yang dikontribusikan adalah sesuai dengan posisinya. Jadi, kalau dia mau naik gaji, perlu effort (usaha) yang lebih besar. Disinilah tidak ketemunya.
Ketiga, apakah tidak ada manfaat lain selian gaji. Terkadang, banyak perusahaan yang tidak menaikkan gaji karena alasan sederhana. Gaji adalah angka yang fixed (tetap), sehingga nantinya akan jadi beban tahunan. Sehingga, bayaran diberikan dalam bentuk sesuatu yang variable sifatnya. Bentuknya entah insentif, ataupun tunjangan yang lainnya. Ataupun, dalam bentuk kesempatan belajar, dll. Nah, terkadang kalau pertimbangannya hanya gaji melulu, orang bisa salah. Saya teringat dengan seorang karyawan yang rela bekerja di tempat yang jauh, dengan gaji lebih tinggi. Tapi, dia tidak mempertimbangkan ongkos perjalanan plus waktunya yang hilang di jalan.
Mulai sekarang, kalau mau resign pastikan Anda sudah tahu mau pergi kemana. Faktanya, jauh lebih susah mendapatkan pekerjaan saat Anda dalam posisi resign daripada Anda masih punya pekerjaan saat ini. Entah mengapa, saya merasa aura orang yang bekerja dengan yang tidak bekerja, kondisinya berbeda. Yang bekerja, biasanya lebih pede. Lebih yakin. Sehingga ketika menjawab, juga lebih meyakinkan, makanya biasanya lebih mudah ditawarin kerja saat Anda sedang punya kerjaan. Lagipula, jangan pernah resign hanya karena alasan yang emosional. Misalkan, hanya karena merasa kesal karena gaji tak pernah naik-naik. Resign karena alasan emosional, kadang berakhir dengan penyesalan.
Mungkin ada baiknya pula. Sebelum Anda buru-buru resign karena merasa gaji tak pernah baik, cobalah bicarakan. Siapa tahu ada pertimbangan lain. Kadang, mungkin di tahun berikutnya ada pertimbangan dari atasan untuk menaikkan gaji Andfa. Cobalah ditanyakan.
Tapi, bisakah kita resign karena memang gaji tak pernah dinaikkan? Boleh saja. Tapi, itu kalau Anda yakin Anda telah bekerja dengan sangat maksimal. Sementara itu, Anda juga bandingkan kalau di tempat lain, orang yang setara dengan Anda gajinya jauh lebih tinggi. Tapi, saya sangat yakin, kalau Anda kontribusinya banyak dan Anda merasa gajinya kekecilan. Tatkala, Anda membicarakan ini dengan atasan Anda, dia pasti akan mempertimbangkan. Namun, kalau tidak maka, artinya menurut dia kinerja Anda masih kurang.
Akhirnya, ingatlah gaji Anda tidak melulu dinilai dari gaji pokok yang Anda terima setiap harinya. Insentif juga merupakan gaji Anda. Tunjangan juga. Selain itu, ada banyak hal yang perlu jadi pertimbangan sebelum resign. Mungkin saja kondisi tempat kerja. Termasuk jarak tempuh. Atau, stress kerja Anda juga bisa jadi pertimbangan. Faktanya menunjukkan, “high salary, high demand” (gaji tinggi, tuntutan juga pasti tinggi). Ya jelas dong! Jadi, kalau Anda merasa gaji Anda kekecilan, jangan buru-buru resign dulu sebelum pertimbangan yang matang. Ok?
Anthony Dio Martin, The Best EQ Trainer Indonesia, penulis, executive coach,Website: www.hrexcellency.com dan FB: anthonydiomartinhrexcellency dan IG: anthonydiomartin
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |