Baru-baru ini seorang Ibu menceritakan soal relasi dengan suaminya yang mulai bermasalah. Menurutnya, hubungan mereka ibarat, “Hidup segan mati tak mau”. Satu-satunya alasan mereka bertahan adalah kedua anaknya. Pada saat liburan Tahun Baru lalu, masing-masing membawa ‘anak kesayangan’ kembali ke kampung halamannya masing-masing. Si suami, menurut si Ibu itu, mulai menjelek-jelekkan dirinya di depan teman dan keluarga sebagai wanita karir yang tidak peduli anak. Tatkala, si bungsu dirawat di RS gara-gara keracunan, hal ini dijadikan ‘isu’ besar oleh sang suami sehingga si Ibu ini mulai dipersalahkan oleh keluarga besar.
Kasus lain terjadi pada seorang Ibu tiga anak yang harus merelakan mimpi dan karirnya, demi keluarganya. Sayangnya, si suami sama sekali tidak peduli. Bahkan, ketika bisnis impian suaminya mulai rontok, si suami bilang begini, “Dibalik seorang pria yang sukses ada wanita yang hebat. Tapi, dibalik aku yang gagal, ada seorang wanita yang goblok!”. Hal ini betul-betul meyakiti hatinya.
Pembaca, berbagai kisah dan kejadian nyata di atas membawa saya pada pembahasan penting yang ingin saya angkat pada topik kali ini yakni Toxic Relationship, atau kalau diterjemahkan, hubungan yang beracun (bermasalah). Permasalahan antara pasangan ini bukan lagi sekedar persoalan antar pasangan yang biasa, tetapi sudah mulai mengarah pada hal yang destruktif bahkan saling menghancurkan. Biasanya, toxic relationship menjadi awal malapetaka keluarga yang bermuara pada perceraian.
Menurut salah satu pakar hubungan, Marni Kinrys, ada beberapa ciri penting dalam Toxic Relation yang bisa terjadi dalam hubungan perkawinan. Mari kita bedah ciri-ciri Toxic Relation ini.
Pertama, ketika masing-masing mulai sering saling menyerang. Ini dilakukan sebagai bentuk pelampiasan ketidaksenangan, rasa frustrasi ataupun kenjengkelan yang selama ini ditumpuk. Kadang-kadang, penyebab pertengkaranpun adalah hal yang sepele. Selama bertengkarpun, masing-masing merasa berada pada posisi yang benar.
Kedua, ketika Anda sendiri menjadi harus mulai extra hati-hati dengan apa yang diucapkan ataupun dikatakan. Bayangkan, di rumah yang seharusnya Anda orang bisa lepas berekspreasi, tapi justru Anda harus berhati-hati memgungkapkan diri? Biasanya, masing-masing takut kalau mengekspresikan sesuatu, justru akan jadi pemicu pertengakaran. Maka biasanya, terjadi aksi diam disini!
Ketiga, ketika pasangan Anda tidak lagi memberikan pujian ataupun dukungannya tapi lebih banyak celaan bahkan tragisnya, penghinaan! Itulah alarm tanda bahaya! Daripada memberikan energi, Anda merasa bahwa hubungan ini mulai banyak menghabiskan energi.
Keempat, ketika pasangan Anda mulai menjauhkan Anda dari mimpi, aktualisasi ataupun sesuatu membuatmu bermakna. Jadi setelah perkawinan sekian lama, justru Anda merasa semakin terpuruk ataupun semakin tak berkembang. Bahkan, hal ini juga berlaku tatkala Andapun takut melakukan sesuatu hal-hal yang Anda sukai lantaran khawatir dengan pandangannya yang negatif.
Kelima, ketika pasangan Anda mulai melakukan kebiasaan ataupun tindakan yang berlebihan, namun cenderung negatif. Misalkan saja, ia mulai curiga secara berlebihan, ataupun cemburu secara berlebihan.
Keenam, ketika pasangan Anda mulai bersikap seeneknya, cuek, masa bodoh bahkan tidak lagi menunjukkan penghargaan atas diri Anda. Bahkan, parahnya dia menganggap diri Anda sekan-akan tidak ada sehingga dia cenderung berlaku semau gue tanpa peduli perasaan Anda.
Ketujuh, ketika pasangan mulai membawa persoalan hubungan Anda ke depan umum, kepada keluarga ataupun teman-teman dekatnya. Misalkan dalam status FB, dalam lelucon ataupun perbincangan dengan teman dan keluarga, dia terang-terangan mulai menyerang dan mempersalahkan Anda.
Lantas, apa saja yang bisa kita lakukan untuk mengatasi terjadi dan berkembangnya Toxic Relation ini sebelum menjadi parah?
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |