Di tengah ruang kantor yang ramai, ia berdiri dengan penuh percaya diri, seakan segala pengetahuan dunia ada di genggamannya. Setiap diskusi menjadi panggung untuk menunjukkan istilah-istilah yang ia utarakan dengan penuh gaya. Namun, di balik senyumnya yang mantap, ada tatapan diam-diam dari rekan-rekan yang menahan tawa. Mereka tahu, ia seringkali tidak benar-benar memahami apa yang diucapkannya.
Hari itu tiba, seperti babak di mana topeng harus dilepas. Dalam sebuah training kecil, ia berbicara panjang lebar kepada seorang anak baru. Dengan nada tinggi, ia menjelaskan sesuatu, namun sayang, salah total. Anak baru itu, dengan sopan, mengoreksi. Bukan untuk menjatuhkan, tapi demi meluruskan. Namun, ia tidak bisa menerima. Ia menyangkal, berusaha mati-matian mempertahankan ‘kebenarannya.’ Tapi semakin ia berusaha, semakin nyata kesalahan yang tampak. Soalnya, si anak baru yang mengkoreksi justru pubya gelar S2 di bidang yang dijelaskannya.
Orang-orang mengingat hari itu sebagai momen di mana kaca mulai retak. Di luar, ia tetap berbicara dengan keyakinan penuh, menampilkan gelar yang bahkan tidak ia miliki. Namun di dalam, mungkin ia tahu ada kekosongan. Sebuah lubang kecil yang ia coba isi dengan kata-kata besar, tetapi tak pernah berhasil.
Sebenarnya, di balik keinginan sok tahu adalah jiwa yang cemas dan inferior. Rasa rendah diri yang terus menghantui, seperti bisikan yang berkata, “Kalau kamu tidak terlihat pintar, kamu tidak akan dianggap.” Ada ketakutan mendalam bahwa tanpa citra kepintaran itu, ia hanya akan menjadi sosok kecil yang diabaikan.
Namun, kisah ini bukan soal satu orang, melainkan cerminan. Betapa sering kita terjebak dalam upaya membangun citra di mata dunia, padahal dunia tidak butuh citra, melainkan substansi. Orang yang benar-benar berilmu tidak merasa perlu mengumbar ilmu. Seperti sungai yang dalam, ia tenang dan mengalir tanpa banyak gemuruh. Sebaliknya, gelombang yang bising seringkali muncul dari dangkalnya dasar.
Rendah hati bukan berarti merendahkan diri, melainkan memilih untuk tumbuh dalam keheningan. Biarkan orang lain yang mengenali nilai kita, daripada kita yang terus berusaha menunjukkan apa yang mungkin tidak benar-benar ada.
Karena pintar bukan tentang apa yang kita ucapkan, melainkan apa yang kita pahami dan lakukan.
Mari kita jadikan refleksi. Jangan-jangan kita sendiri terjebak dalam perilaku sok pintar itu. Bagaimanakah ciri-cirinya?
1. Suka Pakai Istilah Asing
Sering menyelipkan kata-kata sulit atau istilah asing, seolah-olah ingin terlihat cerdas, padahal kadang maknanya pun tak dipahami.
2. Mengaku Gelar Akademik yang Tidak Dimiliki
Bangga mengklaim titel seperti “sarjana” atau “master” yang sebenarnya hanya angan-angan, demi terlihat lebih berwibawa.
3. Meremehkan dan Menjatuhkan Orang Lain
Gemar merendahkan ide atau pendapat orang lain untuk menonjolkan dirinya sebagai yang paling tahu.
4. Bahasa Njelimet yang Membingungkan
Menggunakan kalimat panjang nan berbelit, bukan karena ilmunya dalam, tapi karena dia sendiri bingung menjelaskannya.
5. Sok Jago Menjelaskan, Tapi Salah Total
Suka menjadi pusat perhatian dengan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar, padahal seringkali isi penjelasannya keliru.
6. Ngotot Menang dalam Perdebatan
Tidak peduli benar atau salah, yang penting dia harus menang, bahkan jika harus memutar balik fakta.
7. Menggunakan Emosi Saat Kalah Debat
Ketika logikanya tak bisa menang, ia akan melibatkan emosi atau bahkan ancaman untuk menguasai situasi.
8. Suka Membuat Klaim Hebat Tanpa Bukti
Sering membanggakan pengalaman atau pengetahuan yang luar biasa, tapi saat diminta bukti, jawabannya menghindar.
9. Menghindari Kritik dengan Alasan Personal
Merasa dirinya terlalu istimewa untuk dikritik, dan jika mendapat masukan, langsung membela diri dengan alasan tidak relevan.
10. Mencari Perhatian Lewat Pencitraan Berlebihan
Membuat dirinya seakan-akan menjadi ahli dalam segala hal, tapi saat diberi tantangan nyata, ia justru terdiam atau mengelak.
Intinya, kepintaran sejati tidak butuh panggung atau pengakuan, cukup terlihat dari apa yang kita kerjakan dengan rendah hati. Jangan sampai keinginan terlihat pintar malah membuka kebodohan yang tersembunyi.
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |