Itulah pertanyaan yang sempat saya unggah ke facebook saya di: facebook.com
Kadangkala, kalau kita melihat di majalah-majalah ataupun koran, kita menemukan sekelompok orang berduit yang sedang beramal. Ada juga sekelompok orang muda yang tampak sedang berselfie setelah melakukan aksi social mereka. Tampaknya, melakukan kegiatan sosial lagi menjadi trend.
Lepas dari tulus tidaknya ataupun apakah motif dibalik aktivitas social mereka, tetaplah harus kita acungkan jempol aktivitas mereka tersebut. Sampai-sampai ada banyak artikel yang mengajarkan tips bagaimana menjadi seorang filantropis atau seorang yang mau memberikan harta, waktu dan tenaga buat orang lain. Misalkan contoh di wikihow, ada tips bagaimana menjadi seorang yang dermawan: wikihow.com
Oya, buat Anda yang masih bingung membedakan antara seorang yang altruis dengan seorang filantropis juga pernah sayabahas di artikel ini: hrexcellency.com
Intinya, berbagai fenomena trend melakukan aksi social seperti yang saya sebutkan di atas itulah yang menginspirasi saya mengangkat tema tersebut di radiotalk di SmartFM baru-baru ini.
Nah, dari berbagai interview, survey terhadap orang-orang yang sungguh melakukan berbagai pekerjaan filantropis yang luar biasa, inilah pola piker mereka yang luar biasa. Ayo, mari kita simak.
Jadi imenurut mereka yang melakukanhal-hal yang dermawan, justruKEBAHAGIAAN dating bukannya dengan menerima. Tetapi dengan memberi itulah yang akan membuat kita merasa lebih BERBAHAGIA. Ada prinsip “Tangan yang memberi, lebih baik dari pada tangan yang menerima” yang mereka praktekkan disini. Dan justru dengan mempraktekkan prinsip ini, rata-rata merasa diri mereka mengalami kebahagiaan yang tidak bisa dinilai dengan materi. Meskipun, rata-rata mereka mengalami dimana ada yang mereka kasih tapi sama sekali cuek dan tidak berterimakasih. Tetapi, bagi mereka imbalan kebahagiaannya bukan terletak pada apakah orang yang mereka bantu berterimakasih atau tidak. Imbalannya terletak pada kepuasan dan kedamaian batin karena merasa bias melakukan hal yang mulia bagi orang lain.
Menariknya bagi para dermawan ini, mereka tidak pernah merasa kekurangan. Bahkan ada seorang dermawan, filantropis sejati yang mengatakan bahwa dia mengalami dimana, “Tuhan tidak pernah mau berhutang”. Pada saat dia membantu orang lain, jutsru ia merasakan dimana bantuan dankebaikan yang diterimanaya justru berkali-kali lipat. Meskipun orang ini sendiri mengingatkan, “Tetapi, jangan sampai prinsip ini dijadikan alasan untuk memberi”. Menurutnya, kalau kita member dengan alasan berharap akan menerima balasan yang berkali-kali lipat, justru membuat pemberian kita menjadi tidak tulus lagi.
Inilah yang disebut sebagai mentalitas kelimpahruahan (abundance mentality). Rata-rata yang banyak member memiliki keyakinan bahwa di dunia ini sumber daya yang tersedia itu begitu banyaknya. Jadi, mereka berkeyakinan bahwa dengan member tidakakan membuat jatah mereka berkurang. Hal ini berkebalikan dengan mereka-mereka yang sangat pelit dan selalu sulit untuk member karena berkeyakinan, “Kalau saya member nanti kepunyaan saya akan semakin sedikit!”.
Pola berpikir lainnya yang menarik adalah keyakinan bahwa: “Justru dengan membagikan, berarti membuat kamu itu menjadi pribadi yang layak untuk dikasih lebih”. Menurutmereka, kadang alam semesta atau pun Tuhan hanya akan memberikan rejeki dan keberuntungan kepada mereka yang layak untuk dikasih. Nah, pertanyaannya siapakah yang layak untuk dikasih? Menurut mereka, yang layak dikasih adalah yang mau memberikan rejeki dan keuntungan yang mereka peroleh. Tuhan dan alam semesta akan memandang mereka sebagai kandidat yang paling layak untuk menerima kebaikan lebih banyak lagi. Itulah sebabnya, menurut mereka, banyak orang kaya yang murah hati, justru banyak menerima keberuntungan dan rejeki dalam kehidupan mereka.
Jawaban seperti inilah yang banyak dijawab. Rata-rata para dermawan dan filantriopis mengatakan bahwa salah satu alasan beramal juga karena mereka percaya bahwa harta Pribadi itu tidak dibawa mati. Jadi daripada harta hanya ditimbun, malahan menimbulkan pertengkaran dan percekcokan setelah mereka meninggal, makanya mereka pun berpikir beramal dengan apa yang mereka miliki.
Alasan berikutnya adalah karena mereka ingin menunjukkan rasa bersyukur mereka. Mereka, para filantropis dan dermawan ini merasa bahwa hidup mereka sudah diberikan kemudahan danberkat yang begitu banyaknya. Jadi mereka pun berpikir bagaimana caranya untuk bersyukur dengan cara berbagi kepada lebih banyak orang lagi.
Ini mirip dengan prinsip yang pertama dari jawaban yang ada. Intinya sementara kita bertemu dengan manusia bermasalah yang prinsipnya 4S (Senang Kalau Orang lain Susah, Susah Kalau Orang Lain Senang), maka prinsip 4S mereka pun berbeda. Prinsip 4S mereka adalah: Senang Kalau Orang lain Senang, Susah kalau Orang Lain Susah. Prinsip inilah yang membuat mereka mampu terharu dan merasa berbahagia tatkala bisa membantu dan menolong orang.
Hal ini mengingatkan kita dengan kisah bintang laut. Ceritanya, ada seorang turis yang sedang berjalan-jalan di tepi pantai. Saat itu ia berpapasan dengan seorang bapak tua yang terus-menerus melemparkan bintang laut ke dalam lautan. Mengambil satu bintang laut, lalu melemparkannya. Begitulah ia terus melakukannya. Lantas, si turis berkata, “Apa yang bapak lakukan?”. “Saya sedang menyelamatkan bintang laut yang terdampar” kata si bapak tua. Si turis terheran dan berkata, “Tapi kan ada ribuan bintang laut yang terdampar?”. Dengan tersenyum si bapak itu berkata, “Tapi untuk satu bintang laut yang ada di tangan saya saat ini, akan bermanfaat!”, lalu dia melemparkan bintang laut itu. Dan dia mengambil lagi lalu berkata, “Dan buat yang satu ini, pasti akan bermanfaat!”. Begitulah si bapak tua itu mengajari si turis, meskipun hanya satu saja tapi akan bermakna.
Begitu pula, dengan prinsip kebaikan hati yang dilakukan para dermawan. Mereka terkadang tidak melihat yang besar-besar tetapi tatkala bias membantu satu orang pun mereka menganggapnya sudah punya makna yang baik.
Demikianlah, prinsip-prinsip mereka.Menarik bukan? Adakah yang selaras dengan pemikiranAnda?
Nah, boleh Anda sharingkan juga, apa prinsip Anda dalam melakukan kebaikan?
Jadi, tulisan ini juga merupakan bagian dari hasil obrolan saya di siaran “Trend Baru Millenial: Bagaimana Menjadi Filantropis di Tempat Kerja?” dalam Smart Emotion Radiotalk. Buat yang belum tahu, Smart Emotion disiarkan tiap Selasa malam di SmartFM radiosmartfm.com (Ngomong-ngomong, jika tertarik mendengarkan rangkuman radiotalk yang pernah saya lakukan tersebut dan serta yang sebelumnya, bisa didengarkan secara GRATIS di: soundcloud.com ).
Anthony Dio Martin “Best EQ trainer Indonesia”, direktur HR Excellency, ahlipsikologi, speaker, penulisbuku-buku best seller, host program Smart Emotion di radio SmartFM Jakarta dan host di TV Excellent, kolomnisrubrik Spirit di harianBisnis Indonesia. Instagram: @anthonydiomartin dan fanpage: facebook.com website: hrexcellency.com)
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |