“Orang yang suka menyiksa, pada dasarnya adalah pribadi sakit yang tersiksa dengan dirinya sendiri”
Pasang radarmu! Kecerdasan Emosinal (EQ) mengajak kita untuk peka dengan orang yang hobinya menyakiti.
Mereka tidak akan puas sebelum melihat orang lain menderita. Meski seseorang meminta maaf, ada orang yang memang belum puas. Kepuasannya adalah tatkala melihat orang yang sudah merasa bersalah itu terluka, tersakiti. Bahkan, ia tak akan merasa puas sebelum bisa melihat orang lain, sungguh merasa kesakitan. Inilah yang saya sebut orang sakit, yang suka menyiksa.
Menyebalkan? Pingin memberi pelajaran buat orang itu? Biasanya rasanya mau begitu.
Tapi, kalau Anda paham psikologi kepribadian, atau ilmu Kecerdasan Emosional (EQ). Maka Anda akan sedikit paham dengan manusia seperti itu. Bukan marah, tapi juga ada rasa kasihan.
Kebayang kan pribadi yang menyiksa itu. Kenapa ia bisa suka menyiksa. Bisa jadi dulunya ia adalah orang yang suka disiksa. Korban penyiksaan. Atau, ia dulunya seringkali menyaksikan penyiksaan. Jadi, ia butuh untuk melampiaskannya.
Tapi, balik lagi ke pribadi seperti itu. Ia sendiri sebenarnya tersiksa oleh perilakunya. Sebab, ketika tidak ada korban yang bisa disiksa dan disakiti. Maka orang ini akan melakukan pada dirinya sendiri. Orang ini akan memaki dirinya, nasibnya, kondisinya, orang disekitarnya. Setiap hari, ia sendiri akan menyiksa dirinya. Percayalah. Orang yang menyiksa orang lain, pada dasarnya adalah yang paling sering menyiksa dirinya sendiri.
Dalam psikologi kepribadian, ada yang namanya proyeksi. Ia memproyeksikan dirinya keluar. Seorang yang sering tidak puas, sering memaki diri dan lingkungannya akan keluar dalam bentuk tidak pernah merasa puas, sering menjelekkan, sering memberi penilaian negatif dan nyi-nyiran.
Apa yang Anda harap dari seorang yang suka nyi-nyiran, kasih komen negatif, memaki-maki dan suka menjelekkkan orang? Mungkinkah bahagia? Jelas, tidak mungkin! Dibaliknya Anda akan melihat pribadi yang tersiksa oleh situasinya, pribadi yang mungkin stres dan banyak masalahnya. Ilmu Kecerdasan Emosional (EQ) menyebutnya sebagai orang yang memiliki banyak ‘sampah emosi‘. Saking banyak sampahnya itu sehingga ia harus memuntahkan keluar.
Jadi, bersiaplah ketika suatu saat dirimu bertemu orang yang tak pernah puas dilayani padahal Anda sudah mencoba memberikan servis terbaik. Orang macam ini, justru makin menekan Anda dan menyiksa Anda setelah Anda minta maaf. Termasuk mengejek dan menghina meskipun Anda sudah memberikan yang terbaik. Ingatlah bahwa yang bermasalah adalah orang itu. Mereka sendiri bersumber dari pribadi yang bermasalah. Mereka punya ketidakpuasan. Mereka stres. Punya beban masalah banyak dan tidak punya kebahagiaan. Prinsipnya, “ketika aku tidak bahagia, aku akan memastikan orang disekitarku juga tidak bahagia”.
Sebenarnya itulah orang yang patut dikasihani!
Tapi, karena orang ini bermasalah dan ketika ia terus-menerus akan mencari korban yang perlu disiksa, maka perlu ada batasnya. Ada saatnya ketika orang seperti ini harus dikasih pelajaran. Dia harus distop! Enough is enough. Saya setuju ketika orang seperti ini perlu diberikan pelajaran bahwa ia tidak boleh menjadikan target orang lain sebagai samsak untuk melampiaskan masalah dan isu pribadinya. Orang seperti ini, kadang perlu diberikan pelajaran berharga, supaya dia bisa stop!
1. Avoid. Hindari. Jika memungkinkan, dan Anda sudah mengenal karakter orang itu, sebaiknya hindari saja. Jika tetap berurusan, usahakan seperlunya saja.
2. Anticipate. Antisipasi. Jika sudah memahami orang itu, dan interaksi tak terhindarkan, maka antisipasilah. Saat kita sudah antisipasi dan orang itu merespon seperti yang kita duga, maka kita nggak akan terlalu terpengaruh, karena sudah diantisipasi.
3. Assertive. Tegaslah. Jika orang tersebut mulai melakukan hal tak menyenangkan lewat kata-kata dan sikapnya, ada baiknya kita juga perlu tegas. Sayangnya, banyak orang yang bikin susah ini terus melalukan sikapnya, karena tidak ada yang memberitahunya.
4. Attack. Serang balik. Ini bukannya mengajarkan kekerasan. Tapi, ketika telah keterlaluan, maka perlu dikasih balasan. Intinya, kita kirim pesan kepadanya bahwa sikapnya sudah mengganggu. Mungkin kedengarannya kejam, tapi terkadang ada pelaku yang memang perlu dikerasi atau dikasih “shock therapy” biar kapok. Misalkan dengan dikasih hukuman sosial misalkan dijauhi, diomongi rame-rame atau disidangkan, atau mungkin hukuman tertentu atas sikapnya.
Nah, yang jelas berbagai alternatif sikap ini bisa dilakukan tergantung seberapa terganggunya kita atas apa yang dilakukan orang itu. Intinya, jangan kita memberi “sarapan emosional” buat orang-orang semacam ini, juga jangan jadi korbannya. Makanya, menyikapinya juga harus dengan taktis, harus cerdas emosi!
Salam Antusias selalu!
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |