Kenapa sih Cerdas Emosi? Emangnya emosi bisa cerdas? Lalu, kalau cerdas emosi, apakah artinya kita bakalan nggak pernah marah lagi? Apakah cerdas emosi lebih cocoknya buat wanita aja. Pria, masih perlukah cerdas emosi? Lalu, apakah emosi selalu negatif? Bukankah ada juga emosi cinta, sayang, rindu? Lantas, lebih tepat mana, istilah Emotional Intelligence (EI) ataukan Emotional Quotient (EQ)?
Begitulah. Ada banyak salah kaprah soal emosi, juga soal yang namanya Kecerdasan Emosional. Mari kita luruskan!
Beberapa tulisan mengenai Kecerdasan Emosional juga dibahas di website perusahaan kami: www.hrexcellency.com
Pertama-tama emosi tidak selamanya negatif. Bahkan banyak emosi yang sebenarnya positif, seperti cinta, sayang, bahkan bahagia. Hanya saja, selama ini telah terjadi penurunan kadar penggunaan kata emosi sehingga maknanya menjadi cenderung negatif. Misalkan: “Loe jangan ganggu gue ya. Gue lagi emosi nih!” Padahal, maksudnya adalah marah. Disini, emosi seakan di identikkan dengan marah.
Kedua. Banyak orang berpikir bahwa belajar Kecerdasan Emosional itu menunjukkan orang itu bermasalah dengan emosinya. Padahal, Kecerdasan Emosional harus dimiliki oleh setiap orang. Sekali lagi, kecerdasan emosi bukan melulu soal anger management (mengelola marah) tapi lebih luas dari itu, cerdas emosi artinya kita bisa kelola diri (INTRAPERSONAL) dan kelola orang di sekitar kita (INTERPERSONAL). Artinya, semua orang, baik yang bermasalah ataupun tidak, membutuhkan kecerdasan emosional setiap hari!
Ketiga. Pertanyaan yang sering muncul, memangnya emosi bisa cerdas? Begini. Emosi itu pada dasarnya seperti “pesuruh” kita. Bisa diarahkan untuk yang baik maupun yang jahat. Tergantung bagaimana kita mengelolanya. Makanya, emosi harus di-navigasi, atau diarahkan seperti kita mengarahkan kapal kita. Tugas kita adalah mengelolanya agar jadi emosi yang cerdas. Misalkan, ketika marah. Apakah marah kita cerdas? Misalkan seorang atlit remaja badminton berkisah bagaimana ia pernah kesal dengan wasit garis yang dianggap curang. Ia makin kesal dan marah sampai nyaris membanting raket, dan gara-gara kemarahan itu, ia tidak fokus bermainnya lantas kalah. Itulah contoh emosi yang tidak cerdas.
Lalu keempat, emosi tidaklah melulu untuk wanita. Memang, sering dikatakan bahwa wanita biasanya lebih emosional tapi bukan berarti pria tidak perlu emosi sama sekali. Bahkan, seringkali kita melihat pria yang gentlemen adalah mereka yang kesannya maskulin, tapi tetapi bisa ramah dan bersikap sopan, serta menghargai orang lain, khususnya wanita atau orang tua.
Kelima. Terakhir, istilah Kecerdasan Emosional yang sering disingkat dengan Emotional Intelligence (EI) atau Emotional Quotient (EQ). Umumnya, kita masih terbawa oleh istilah IQ (Intelectual Quotient) atau pengukuran intelektual, akibatnya kita pun menggunakan istilah EQ (Emotional Quotient) ataupun pengukuran emosional. Sayangnya, emosi tidak seperti intelektual kita yang lebih mudah diukur. Emosi lebih sulit. Karena itulah ada yang lebih suka menggunakan istilah emotional intelligence untuk menggambarkan bagaimana secara cerdas kita menggunakan emosi kita. Bahkan, sebenarnya, di lembaga kami, yakni HR Excellency, kami lebih memperkenalkan istilah EQM (Emotional Quality Management) artinya kemampuan mengelola emosi berkualitas. Lebih tepat dan lebih bagus maknanya kan?
Anthony Dio Martin, “Best EQ trainer Indonesia”, direktur HR Excellency, pembicara, ahli psikologi, penulis buku-buku best seller, host program motivasional di salah satu radio terkemuka di Indonesia, host beberapa acara di salah satu TV kabel di Indonesia, kolomnis di berbagai harian dan majalah. Website: www.anthonydiomartin.com . twitter: @anthony_dmartin . IG: @anthonydiomartin
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |