Sebelum bicara soal empat tipe pengikut yang umumnya kita temui di suatu organisasi, saya punya tiga fakta penting yang ingin saya ungkapkan. Pertama, 90% kesuksesan sebuah inisiatif dalam organisasi tergantung pada pengikut yang menjalankan. Kedua, kepemimpinan yang baik tidak mungkin terjadi tanpa anak buah yang baik! (ya iya dong, bagaimana kita bisa bilang orang itu pemimpin yang bagus, kalau anak buahnya pada nggak mau nurut?). Lantas, ketiga dan yang terpenting, sebuah organisasi yang efektif adalah perpaduan antara LEADERSHIP plus FOLLOWERSHIP. Kepemimpinan dan kepengikutan.
Nah masalahnya, selama ini kita terlalu terpaku pada persoalan pentingnya pemimpin. Tapi, perhatian yang sama juga perlu kita berikan pada sisi pengikutnya. Percuma sebenarnya punya pemimpin yang bagus, tetapi anak buahnya berantakan. Dan dari pengalaman saya melakukan workshop maupun training mengenai kepemimpinan, yang seharusnya “Cuma” mengajarkan bagaimana jadi pemimpin yang baik, biasanya saya pun menyelipkan soal pengikut ini. Masalahnya, saya percaya, pada dasarnya setiap hari kita selain jadi pemimpin (paling nggak pemimpin buat diri sendiri) kitapun jadi pengikut. Makanya saya setuju dengan kalimatnya Jim Collins, sang penulis buku “From Good To Great” yang berkata, “Everybody got a boss. The vice president reports to the president and the president reports to the CEO. The CEO reports to the chairman of the board and the chairman reports to his wife. All God’s children got a boss. If you want to be a great leader you must also be a great follower.” (Semua orang punya boss. Wakil presiden lapor sama presiden dan presiden lapor sama CEO. Dan CEO lapor sama pemilik dan pemilik lapor sama istrinya. Semua anak Tuhan punya boss. Kalau mau jadi pemimpin yang baik, kamupun harus jadi pengikut yang baik”
Dan dari tipenya si pengikut ini, kita bisa membaginya menjadi empat tipe. Yakni dilihat dari kemampuan berpikir kritis sertra kontribusinya. Lantas, apa saja pembagiannya?
Pertama, tipe ini tidak berpikir dan juga tidak berkontribusi. Inilah yang kitasebut sebagai tipe kambing. Eh, kambing sendiripun masih bisa berguna untuk diambil dagingnya. Apa cirri tipe kambing ini? Mereka ini tidak pernah berpikir, hanya disuruh-suruh melakukan apapun. Tidak pernah berpikir kreatif dan juga tidak pernah berkontribusi apapun. Maunya cuma mendapatkan keuntungan, tetapi tidak mau berkorban. Mereka banyak menuntut, tetapi kontribusi minimal. Itulah tipe ini. Misalkan, ada seorang pengantar barang yang sangat malas, kadan-kadang ia sengaja mengambil rute yang panjang, hanya supaya tidak akan dikasih pekerjaan tambahan. Setelah mengatar satu dua barang, kerjanya nongkrong di warung. Dan tatkala ketahuan perilakunya, akhirnya dan pun dipecat!
Tipe kedua, kita sebut sebagai tipe alien. Tipe ini adalah tipe pengikut yang cerdas. Otak mereka jalan. Mereka kritis dan mungkin mengkritisi banyak hal. Tetapi sayagnya mereka tidak berkontribusi. Mirip seperti alien, mereka mahkluk yang cerdas, namun tidak pernah kelihatan kerjaan dan hasilnya. Sebagai contoh, di sebuah organisasi LSM pernah merekrut seorang lulusan luar negeri bertitel PhD untuk mengurusi suatu unit bantuan langsung. Si anak yang cerdas ini, malas ke lapangan. Tapi kalau bicara dia paling jago. Bahkan cenderung banyak mengkritik sana sini. Tapi, tatkala disuruh ke lapangan dan melakukan kegiatan terjun langsung, ada saja alasannya untuk menolaknya.
Tipe ketiga, kita sebut sebagai tipe yes-man. Mereka ini jarang berpikir, jarang mau berinovasi apalagi berpikir kreatif. Tapi, mereka biasanya terus berkontribusi melalui pekerjaan rutinnya. Misalkan saya masih ingat kisah yang pernah diceritakan oleh seorang Presiden Direktur tentang pembantunya. Ini adalah pembantunya yang selama bertahun-tahun menemani anaknya les bahasa Inggris. Namun, tatkala ia mencoba tes kemampuan bahasa Inggris si pembantunya, ia merasa heran, karena si pembantu ternyata tidak bisa bahasa Inggris sama sekali. Maka dengan heran iapun bertanya kepadanya, “Kok sambil kamu bawa anakku les, bukannya kamu juga belajar bahasa Inggris?” Namun, apa jawabn si pembantu ini, “Kan tugasku hanya membawanya ke tempat les dan menjaganya, bukannya mau les bahasa Inggris!”.
Akhirnya, kita mengenal pengikut kategori star (bintang) yang mau berpikir juga mau berkontribusi. Nah, tipe yang terakhir ini memang agak langka di organisasi. Sebagai contoh, saya teringat dengan seorang karyawan di suatu perusahaan yang kondisinya parah. Banyak karyawan yang kerjanya asal-asalan. Orang pun bekerja seperti zombie, tanpa merasakan kedekatan emosi. Nah, sebagai anak yang baru, daripada mengeluh iapun berinisitaif. Ia memulainya dengan membuat tim olah raga. Lalu, ada tim hobi lainnya. Iapun mengusulkan berbagai proyek, memimpinn dan melakukannya, dan ternyata sukses. Inisiatifnya berdampak positif, sampai akhirnya ia pun dihargai oleh manajemen dan diberikan posisi lebih baik karena selain kontribusi kerjanya bagus, ia pun membantu menciptakan lingkungan kerja yang sangat kondusif.
Akhirnya, apapun tipe pengikut itu, saya percaya, hal itu bukanlah bawaan lahir. Semuanya tergantung pada niat, kebiasaan serta apakah ia melihat tujuan dibalik pekerjaan itu. Jadi, kalau mau berubah ya ketiganya harus mulai disentuh. Pertama, tanyakan kembali apa niatnya. Kedua, ubah kebiasaan yang salah selama ini dan akhinya, mengali lebih jauh apakah tujuan dari pekerjaan itu yang sebenarnya. Tugas pemimpin sendiri adalah mengubah ketiga elemen ini pada pengikutnya. Tapi eits…sebelum ia mengubah orang lain, ia harus mengubah dirinya dulu menjadi pengikut yang baik!
Anthony Dio Martin, Managing Director HR Excellency, Best EQ Trainer Indonesia, Host Program Radio SmartEmotion di SmartFM, Telp: 021-3518505 atau 021-3862521 atau Email: info@hrexcellency.com. Website: www.hrexcellency.com
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |