Di China, hiduplah seorang buruh kasar namanya Mogo. Setiap hari kerjanya adalah menghancurkan batu-batu besar. Namun, Mogo tidak pernah puas dengan pekerjaannya. Mogo selalu mengeluh. Maka, suatu hari dia protes dan berdoa supaya pekerjaannya diubah. Rupanya ada malaikat yang mendengarnya dan mengirimkan harapannya pada Tuhan. Maka, Tuhan berjanji akan mengabulkan apapun yang dimintanya. Suatu hari, ada seorang bangsawan lewat, dan Mogo ingin menjadi sepertinya. Tanda diduga harapannya terkabul. Mogo menjadi seorang bangsawan. Namun, beberapa lama kemudian, Mogo sadar sebagai bangsawan ia masih harus tunduk pada kaisar. Maka, ia pun ingin menjadi kaisar, dan harapannya pun terkabul. Namun, beberapa lama menjadi kaisar, ia pun sadar kalau kaisar ternyata tunduk dan takut dengan sinar matahari. Maka, Mogo pun menjadi matahari. Namun, tidak lama menjadi matahari, tiba-tiba ia ditutup oleh awan yang gelap. Mogo pun berambisi menjadi awan gelap. Ia pun senang menjadi awan karena bisa menciptakan petir dan menghasilkan angin dengan meniup apapun yang ada di muka bumi, meluluhlantakkannya. Namun, suatu ketika tiupannya terhenti saat ia berusaha melawan sebuah karang dan batu besar. Ternyata batu itu tidak bisa bergerak, kokoh dan kuat. Dan disitulah Mogo berganti pikiran lagi ingin menjadi seperti batu besar itu dan doanya pun terkabul. Cukup lama ia bangga menjadi batu, hingga suatu ketika muncullah seorang tukang batu yang membuat badannya berkeping-keping. Saat itulah, Mogo hanya punya satu permohonan terakhir, kembali menjadi pemukul batu!
Konon kisah diatas diceritakan pertama kali oleh Paulo Coelho, penulis Sang Alkemis. Dan dibalik kisah ini adalah sebuah pesan moral yang sangat telak yakni berusahalah cintai apa yang kamu kerjakan saat ini. Dan kisah ini pun sebenarnya menyidir kebanyakan dari orang yang merasa iri dengan posisi serta pekerjaan orang lain. Akibatnya, daripada menikmati apa yang dikerjakan, orang pun lantas mengeluh seperti si Mogo dalam kisah di atas.
Saya pun teringat, sebuah kisah yang berkebalikan dengan kisah di atas. Yakni ketika saya masih di SMP. Saat itu ada penjaga perpustakaan sekolah yang orangnya sangat baik dan ramah. Ia begitu menikmati dan menyukai pekerjaannya sebagai penjaga perpustakaan, melabel buku dan melayani peminjaman serta menemani orang yang baca buku dengan begitu telatennya. Pernah suatu kali, ia mengatakan rahasianya mencintai pekerjaannya. Dengan bahasanya yang amat sederhana, si penjaga ini berkata, “Tiap hari, di ruangan perpustakaan kecil ini, saya merasa sedang menemani orang jadi pintar. Kelak, nanti yang baca buku disini mungkin adalah calon pengusaha, boss, orang besar bahkan menteri. Jadi, tiap hari disini saya sedang menemani orang jadi pintar”
Memang, kalau kita perhatikan kisah terakhir di atas, pekerjaan seberat apapun tidak akan terasa berat kalau kita memang bisa mencintainya. Makanya, tak mengherankan jika Confucius pernah berkata, “Lakukanlah pekerjaan yang kamu cintai, maka seumur hidupmu kamu tidak akan pernah merasa bekerja lagi”. Begitupun mantan boss Apple yang telah meninggal Steve Jobs berkata, “Hidupmu singkat. Lakukanlah pekerjaan yang besar. Dan pekerjaan besar itu hanya terjadi jika kamu mencintai pekerjaan itu!”
Pertanyaan yang paling sederhana. Bagaimanakah agar kita bisa belajar mencintai pekerjaan kita, meskipun pekerjaan kita termasuk pekerjaan yang menyebalkan sekalipun?
Pertama, sama seperti kisah terakhir, berikanlah sebuah label baru dalam pekerjaan Anda. Jika si pustakawan itu menyebut dirinya “menemani orang jadi pintar” dan seorang teman akunting menyebut pekerjaannya “detektif angka”. Dan saya pun menyebut pekerjaan saya sebagai “inspirator kehidupan”. Nah, apa yang kamu sebutkan untuk pekerjaanmu yang membuatmu punya makna yang lebih mendalam?
Kedua, sekali-kali lihatlah hal menarik dibalik pekerjaanmu. Orang banyak mengeluh karena fokusnya pada hal-hal negatif dari apa yang mereka lakukan. Sekarang, ganti kacamata memandangmu. Lihatlah dari sisi positif. Apa saja hal baik yang sebenarnya kamu dapatkan dari pekerjaan sekarang. Manfaat serta keuntungan apa yang kamu peroleh? Dan belajarlah untuk bersyukur.
Ketiga, cobalah gunakan imajinasimu untuk membayangkan orang-orang yang seprofesi denganmu. Kira-kira apakah yang membuatnya menikmati apa yang dikerjakannya. Dan kalau seandainya Anda bisa mewawancarai mereka, kira-kira apakah yang membuatnya menyukai apa yang mereka kerjakan.
Keempat, temukanlah unsur fun, unsur menyenangkan. Selain unsur positif yakni manfaat dan kelebihan, pertanyaannya lebih jauh, untuk menyenangkan apakah yang bisa kamu peroleh dari kerja saat ini. Saya pernah bertemu dengan seorang tukang taxi yang bercerita bahwa unsur menyenangkan dari kerjanya adalah bertemu orang yang beraneka ragam, dan seorang IT bercerita bahwa unsur menyenangkan dari kerjanya adalah bisa menghasilkan program yang bikin orang berteriak gembira. Nah, apakah yang sungguh-sungguh fun dari kerjamu?
Akhirnya, saya ingin akhiri dengan melansir survey di AS tahun 2013 yang mengatakan 70% orang tidak menyukai pekerjaannya. Bagaimana kita di Indonesia? Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda termasuk 70% orang yang benci kerjanya seperti kisah Mogo di atas ataukah Anda termasuk 30% yang beruntung? Ayo masuklah dalam kelompok 30% yang mencintai pekerjaannya!
Anthony Dio Martin, “Best EQ trainer Indonesia”, direktur HR Excellency, pembicara, ahli psikologi, penulis buku-buku best seller, host program motivasional di salah satu radio terkemuka di Indonesia, host beberapa acara di salah satu TV kabel di Indonesia, kolomnis di berbagai harian dan majalah. Website: www.anthonydiomartin.com . twitter: @anthony_dmartin . IG: @anthonydiomartin
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |