Pendidik, Guru, Trainer kini terancam oleh Google. Makanya, Ian Gilbert menulis buku yang provokatif, “Why Do I Need A Teacher When I’ve Got Google?“. Jika pendidik tak punya nilai tambah, ia akan tersingkirkan. So apa kelebihan Guru dari Google yang bisa dioptimalkan? Salah satunya, pendidik harus memiliki kecerdasan emosi. Yakni komptensi personal yang tinggi serta interpersonal yang bagus. Seandainya guru bisa memadukan dengan keterampilan mengajarnya, maka Kecerdasan Emosionalnya akan membuat ia sanggup mengubah murid yang paling bermasalah sekalipun.
Ada sebuah kisah viral tentang pendidik yang menarik. Kisah ini bercerita tentang Miss Thompson yang ngajar di kelas V. Dan dikelas itu, ada seorang murid yang sangat sulit diatur namanya Teddy. Rasanya, hidupnya akan lebih mudah tanpa si Teddy ini. Waktu semester pertama selesai di Desember. Ia periksa rapor anak-anaknya termasuk Teddy. Laporan kelas satu sampai kelas empat SD, bikin dia kaget. Kelas1, “Teddy anak yang periang dan pandai”, Kelas 2, “Teddy sangat membantu teman-temannya”, Kelas 3: “Teddy punya banyak potensi”, kelas IV: “Teddy sangat menarik diri dan jadi pemurung”. Lalu, pas pergantian tahun ada acara tukar kado. Semua kasih kado kecil yang dibungkus indah. Si Teddy ini pun kasih kado, tapi ia membungkusnya pakai kantong kuning pembungkus belanjaan. Maka semua pun menertawakan dia. Waktu dibuka, isinya kalung yang beberapa kristalnya sudah copot. Lalu ada sebotol parfum yang isinya cuma separuh. Namun, karena ingin jaga perasaan Teddy, Miss Thompson lalu memakai kalung itu terus menyemprotkan parfum itu ke tubuhnya. Tiba-tiba saja, Teddy sambil menangis memeluk Miss Thompson dan bilang, “Kini, aku merasa bisa memeluk ibuku dan wangimu Miss, kayak wangi ibuku yang aku begitu kurindukan”. Setelah acara tukar kado itu, Miss Thomoson menangis hampir satu jam membayangkan tentang si Teddy ini. Maka sejak itu ia bertekad menjadi guru yang memotivasi Teddy. Dan sejak itu ternyata banyak kemajuan. Dan akhirnya Teddy lulus kelas V dengan nilai yang bagus. Waktu naik kelas, Teddy bilang, “Miss Thompson, engkau adalah guru terbaik yang aku miliki”. Begitu seterusnya, setiap lulus dari kelasnya, Teddy tak pernah lupa untuk kirim surat dan catatan, “Miss Thompson aku udah lulus SD, SMP, SMA, dan engkau masih guru terbaik yang aku miliki”. Dan setelah lulus SMA, Miss Thompson sempat agak lama tidak mendapatkan berita darinya. Lalu, sekitar 5 tahun berikutnya, ia mendapatkan kabar, “Miss Thompson aku sudah lulus, dan engkau masih guru terbaik yang aku miliki”. Dan yang menarik, ada tanda tangan dengan nama dan title jelas, Dr Theodore F. Stoddard, MD. Waktu berjalan, dan si Teddy ini kemudian menikah, dan secara khusus ia pun meminta Miss Thompson jadi pendampingnya. Tahu nggak, dalam pernikahan itu Miss Thompson muncul dengan kalung yang dulu dikasih Teddy serta memakai parfum milik ibunya dulu. Waktu setelah perkawinan, Teddy memeluk Miss Thompson, dan dengan menangis lagi ia bilang, “Terima kasih Miss Thopmson karena telah mengubah hidupku saat aku begitu merasa gelap”. Tapi dengan senyum, Miss Thompson berkata kepadanya, “Tidak Teddy, kamu salah. Pada malam dimana kamu memberikan kalung dan parfum ibumu, kamu yang sebenarnya sedang mengajari Ibu soal bagaimana menjadi guru yang sesungguh-sungguhnya. Kamulah yang telah mengubah Ibu”.
Maka, kisah ini pun mengingatkan kita bahwa sebuah mesin pencari bisa saja sangat canggih dan memberikan banyak informasi, tetapi tidak bisa menggantikan kemanusiaan yang ditunjukkan oleh Miss Thompson. Maka, di masa depan, guru, pendidik dan trainer bukan lagi berlomba dan balapan dengan Google tapi mencari sisi lain, yang bisa memperlengkapi dan bersinergi dengan teknologi seperti Google. Maka dikatakan:
Google memberi ribuan informasi, Guru memberi ribuan sensasi.
Google sumber data dan informasi. Guru memberi kesempatan berkreasi
Google diam dan mematung. Guru aktif dan membuat siswa merasa beruntung.
Google tak kan beritahu baik buruk dan sampahnya informasi. Guru membuat siswa mengerti dan punya moral tinggi.
So, bagaimana tipsnya menjadi guru, pendidik, fasilitator ataupun trainer yang memiliki nilai tambah yang lebih baik daripada mesin Google? Bagaimana memiliki keuntungan komparatif yang lebih baik daripada mesin Google serta sekaligus melengkapi, apa yang diberikan oleh Google saat ini? Kuncinya adalah Prinsip ABCDEF ini. Apakah itu?
A = Apreciate uniqueness. Belajarlah hargai siswa dan peserta yang berbeda-beda. Beda gaya belajarnya, beda kepribadiannya. Beda minatnya. Beda inteligensinya.
B = Be patience with the learning pace. Sabar dengan proses pembelajaran. Ada murid yang gampang menangkap dan ada yang lamban. Justru guru perlu bersabar dan setia buat yang lemah, karena itulah yang tidak bisa dilakukan mesin untuk peserta didiknya. Itulah yang telah ditunjukkan oleh Miss Thompson dalam kisah kita.
C = Connect, not only doing teaching work. Berusaha membangun koneksi dengan siswanya, bukan cuma sekedar menunaikan tugas mengajar saja.
D = Delivered with surprised and creative method. Selalu berikan kejutan dan temukan cara-cara mengajar yang lebih kreatif.
E = Engage-Educate-Entertain-Engage-Educate-Entertain. Selalu berusaha libatkan peserta, kasih ilmu dan beri sesuatu yang menghibur dalam pengajaran. Dan akhirnya…
F = Find the FUN factor in your content! Selalu temukan hal-hal yang menarik dan menyenangkan, dalam pengajaran.
Semoga dengan menjadi guru yang mengaplikasikan Prinsip ABCDEF ini kita menjadi guru-guru yang tetap akan diperlukan, dicari, dibutuhkan meskipun ada mesin pencari secanggih Google atau apapun. Sehingga, murid berkata, “I STILL NEED A TEAVCHER, ALTHOUGH I’VE GOT MY GOOGLE!” (Saya tetap butuh guruku, meskipun saya sudah punya Google!).
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |