Bertahun-tahun kita menyelenggarakan training Kecerdasan Emosional (EQ). Namun, hingga sekarang masih banyak peserta yang datang ke tempat training ataupun hadir di ruangan kelas dengan pikiran dan pertimbangan yang salah saol training EQ itu sendiri.
Nah, tulisan ini dimaksudkan untuk meluruskan berbagai persepsi yang salah di seputar training kecerdasan emosional.
Pikiran Pertama:
“Memangnya saya punya masalah emosi? Saya sama sekali tidak punya masalah emosi kok. Kenapa harus ikut kelas EQ?”
Jawabannya:
Siapa bilang hanya orang bernasalah dengan emosi yang perlu ikut kelas EQ? Belajar EQ tidaklah melulu soal emosi yang bermasalah. Memang, EQ mengajarkan cara bagaimaa kita menghadle diri saat marah, bagaimana menjaga mood kita tetap positif. Tapi bukan berarti yang ikut kelas EQ haruslah orang yang bermasalah. Prinsip pembelajaran dalam EQ adalah, “memuat yang punya masalah bisa teratasi dan membuat yang sudah baik menjadi lebih sukses lagi”. Bahkan orang yang tidak punya masalahpun bisa banyak tertolong dengan berbagai tips dan metode yang diajarkan. Bahkan, ketika Anda tidak punya masalah, Anda justru bisa menolong orang yang punya masalah sehingga diri mereka menjadi lebh baik. Anda bisa jadi coach dan penasihat buat mereka.
Pikiran Kedua:
“Cerdas emosi akan membuat saya jadi terlalu lembek. Di dunia kerjaan saya sekarang ini justru butuh orang yang bisa marah-marah?”
Jawabannya:
Cerdas emosi tidak berarti Anda lembek. Bahkan, EQ mengijinkan Anda untuk marah. Tapi haruslah marah yang cerdas (smart angry). Itulah sebabnya, setelah selesai belajar EQ seseorang akan memahami prinsip-prinsip marah yang cerdas. Jadi bukan membuat Anda menjadi orang yang tak akan pernah marah lagi. Yang dicoba dihindari dari EQ adalah janganlah menjadi pribadi tukang ngamuk, tukang marah-marah yang emosinya tidak terkendali. EQ akan justru akan mengajari kita bagaimana menjadi tegas dan mengekspresikan emosi kita secara cerdas. Apa gunanya ngamuk dan marah-marah tapi justru masalahnya tetap tidak terselesaikan?
Pikiran Ketiga:
“Kecerdasan emosional akan membuat organisasi jadi lambat dan kurang agresif dalam mencapai target. EQ bisa membuat orang akan jadi terlalu lembut termasuk soal target!”
Jawabannya:
Justru sebaliknya. Banyak organisasai yang tidak optimal karena terlalu blunder, ada terlalu banyak persoalan emosi dibaliknya. Orang jadi saling menikam, saling menjatuhkan. Itulah organisasi yang muncul dari pribadi yang tidak cerdas emosinya. Tujuan program kecerdasan emosi bukan untuk membuat kita lembek terhadap target. Justru membuat apa yang selama ini menghalangi, bisa diatasi. Atau paling nggak, buat yang belajar EQ bisa mengaatasi rintanagn dalam dirinya yang membuatnya tidak bisa meraih targetnya. Dan ingatlah dalam kecerdasan emosi adalah prinsip penting ini “Emotion drives people. People drives performance” (emosilah yang mendorong orang dan oranglah yang mendorong kinerjanya). Jadi dengan kata lain, emosilah yang mendrong kinerja seseorang. Jadi salah besar kalau dipikir justru emosilah yang selama ini menghambat kinerja seseorang!
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |