Ceritanya, ada seorang pemuda yang ingin sekali ditato. Menurutnya, itu akan membuat tampak keren sekali. Akhirnya, datanglah ia ke tempat pembuatan tato dan bertemu dengan seorang bapak-bapak yang biasa mengerjakan tato. Akhirnya, dari gambar-gambar tato yang tersedia, ia pun diminta memilih gambar favoritnya. Akhirnya, pilihannya jatuh kepada gambar seekor singa yang sangat bagus. Lau, dengan segala perlengkapannya, mulailah si bapak ini mengerjalan tato buat si anak muda itu. Setelah beberapa saat mengerjakan tato itu, si anak itu menjerit kesakit, “Aduh! Sakit banget, ngapain si Pak?“. Lalu, dengan wajah minta maaf si bapak itu mengatakan, “Saya sedang membuat ekor si singa“. “Udah deh. Kalau gitu, singanya nggak usah pake ekor saja“. Akhirnya, kembali dengan hati-hati si bapak itu mengerjakan bagian tato yang lainnya. Kali ini, si anak itu kembali berteriak lagi, “Waduhh! Sakit! Ini bagian apa lagi?” Lalu, si bapak itu menjawab, “Ini lagi membuat kumisnya si singa“. “Udah deh Pak, Singanya nggak usah pake kumis deh“. Lalu, hampir setiap di setiap bagian yang di tato, si anak ini terus berteriak kesakitan. Akhirnya, lama-kelamaan, si bapak ini berhenti dan dengan jengkel berkata, “Gimana caranya kamu bisa dapatkan tatomu, tanpa mau bertahan merasakan rasa sakit ini?”
Kisah menarik di atas, kembali untuk menyindir mereka yang ingin sukses tetapi malas dan tidak ingin membayar ongkosnya. Dan dalam pelatihan firewalking (berjalan di bara api) yang baru-baru ini kami lakukan, salah satu tema penting yang diangkat adalah, “selalu ada ongkos yang mesti dibayar untuk menjadi sukses!“. Paling tidak, ada tiga ongkos yang seringkali harus kita korbankan untuk menjadi sukses yakni kesenangan, waktu serta uang. Mari kita bahas bagaimana pengorbanan ketig hal ini penting bagi sukses kita.
Mengorbankan Kesenangan
Ada sebuah kalimat bijak yang sangat bagus, “Orang sukses pun sebenarnya enggan melakukan hal-hal yang enggan dilakukan oleh orang-orang yang tidak sukses. Hanya saja mereka tetap mau melakukannya, meskipun situasinya tidak menyenangkan baginya“. Artinya, kalau kita perhatikan mereka yang sukses, merekapun malas untuk berlatih, malas untuk bangun pagi serta malas untuk mengontak orang banyak demi kesuksesannya. Tetapi, karena mereka berfokus pada pencapaiannya, maka situasi yang seberat apapun, mereka bersedia jalani. Saya pun teringat dengan sebuah kalimat menarik dari seorang mantan pebulutangkis Indonesia yang berhasil mendapatkan medali emas, “Sejak SMP, saya harus bangun jam 4 pagi. Sementara orang lain masih tertidur lelap, saya harus bangun pagi dan mulai memegang raket untuk latihan“. Tetapi, justru pengorbanan itulah yang berbuah pada kemenangan dan kesuksesannya.
Dalam istilah motivasi, kemampuan untuk menunda kesenangan demi suatu tujuan yang lebih penting atau lebih besar seringkali disebut sebagai delay gratification atau dalam bahasa Indonesianya ya kemampuan menunda keinginan. Dan memang sulit rasanya kalau kita ingin melihat ada yang mau sukses tetapi tidak mau mengorbankan kesenangannya. Misalkan saja, diceritakan bagaimana Arnold Swatsenegger bercerita bagaimana ia harus rela makan makananan yang bergizi tinggi tetapi ‘tidak lezat’ selama bertahun-tahun demi mendapatkan tubuhnya yang bagus. Begitu pula baru-baru ini, saya menyaksikan sebuah acara dokumenter film di televisi tentang wanita-wanita di Tiongkok kuno yang rela membalut kaki mereka dengan kain perban untuk mengecilkan kaki mereka. sampai-sampai, jari mereka tertekuk ke belakang. Pastinya, akan sangat sakit sekali untuk dipakai berjalan. Tetapi mereka rela menjalani kesakitan itu, demi akhirnya dianggap “cantik” sesuai trend kecantikan pada waktu itu yakni kaki kecil yang memikat.
Kesenangan ini memang akhirnya dilupakan, ditunda dan dikesampingkan oleh mereka yang ingin meraih sesuatu. Namun, sebagai balasannya, akhirnya tatkala apa yang ingin mereka raih itu bisa diperoleh, maka kesenangannya pun menjadi berlipat ganda. Hal ini mirip seperti seorang wanita yang mengandung dan melahirkan. Memang terasa capek, meletihan dan menyakitkan mengandung selama 9 bulan. Belum lagi proses persalinan yang terkadang bisa sangat menyakitkan. Tetapi, tatkala bayinya lahir dan mulai menangis, betapa semua kesulitan serta penderitaan yang dijalani, menjadi tidak ada artinya. Begitulah pula dengan proses mengorbankan kesenangan demi kesuksesan itu. Sayangnya, di saat ini, kita melihat orang-orang yang tidak mau mengorbankan kesenangan demi kesuksesannya. Mereka ingin sukses tetapi juga tidak mau merasakan sakit, seperti kisah pertama di atas. Tentu saja, nyaris tidak mungkin kecuali Anda memag dilahirkan dengan ‘keberuntungan’ yang tinggi.
Mengorbankan Waktu
Diceritakan, sementara rekan-rekannya telah pulang ke rumah, Michael Jordan seringkali memaksa dirinya berlatih lebih panjang lagi. Begitulah, sukses juga berarti berlatih dan belajar lebih keras dan itulah yang dilakukan oleh mereka yang akhirnya meraih kesuksesan dan keberhasilan yang lebih baik. Rata-rata, mereka bersedia memberikan waktu yang lebih lama dan lebih panjang untuk menyempurnakan kemampuan serta ketrampilan mereka, melebihi mereka yang biasa-biasa saja. Akibatnya, pada saat mereka tampil, memang mereka kelihatannya begitu mudah dan begitu gampang melakukannya, tetapi dibalik penampilan mereka yang tampaknya begitu mudah terdapatlah rahasia latihan selama berjam-jam hingga bertahun-tahun.
Pada saat raja pop Michael Jackson meninggal, terungkap banyak sekali sisi lain dibali kkehidupan sang maha bintang ini. Salah satunya, adalah soal perilakunya yang kadang-kadang seperti anak-anak. Ternyata memang, sejak kecil, Michael Jackson serta saudaranya yang tergabung dalam The Jackson Five, telah kehilangan masa kecilnya. Waktu kecilnya mereka, harus dibayar untuk latihan selama berjam-jam di atas panggung. Ternyata, itulah pengorbanan yang telah dia lakukan untuk meraih suksesnya yang begitu gemilang. Meskipun, kehilangan masa kecil yang bahagia ini memang menjadi salah satu bayaran mahal yang harus ditanggung oleh Micahel Jackson untuk membuat dirinya menjadi begitu terkenal.
Mengorbankan Uang
Meskipun tidak semua sukses harus berarti mengorbankan uang, tetapi ada kalanya kita mesti tidak ‘pelit’ untuk bisa meraih apa yang kita inginkan. Misalkan saja, untuk berhasil dalam kehidupan, kadang kita harus rela membayar uang sekolahnya agar mendapatkan ilmu yang akan menunjang kemampuan kita akhirnya. Sama seperti halnya seorang dokter harus membayar uang sekolah sebelum ia diakui sebagai seorang dokter yang berhasil. Begitu pula, terkadang seorang aktor dan artis harus membayar uang sekokah untuk mengikuti kursus akting untuk bisa tampil lebih baik. Intinya, terkadang untuk berhasil ada uang sekolah yang mesti rela kita bayarkan. Begitu pula, terkadang, untuk bisa sukses kadang kita mesti rela merogoh kocek dan megikuti kursus ini dan itu. Ataupun, saya teringat dengan salah satu kiat dari rekan saya untuk menyempurnakan bahasa Inggrisnya. Ia mengisahkan, sebelum jadi MC dengan kemampuan bahasa Ingggris yang bagus, salah satu kiat yang dilakukannya adalah pergi ke Jalan Jaksa di Jakarta dimana ada banyak turisnya lalu ia pun memmbayari minuman para turis itu demi belajar berbahasa Inggris dengan mereka. Dengan membayari minuman ini, rekan saya ini bercerita bagaimana ia berkesempatan untuk mempraktekkan kemampuan bahasanya. Begitu pula, sudah menjadi kebiasaan bahwa terkadang acara traktir-mentraktir seringkali dilakukan pula didalam dunia bisnis untuk memperlebar peluang mendapatkan bisnis dan kesempatan. Meskipun, ujung-ujungnya hal ini menjadi sangat negatif karena kadang-kadang hal ini menjadi tidak ada bedanya dengan penyuapan. Tetapi intinya, kita tidak bisa pelit, ketika memang hal itu dibutuhkan demi membantu kesuksesan kita.
Di akhir tulisan ini, saya hanya ingn mengingatkan kita lagi bahwa tidak ada sukses yang gratis. Seorang pemancing saja tahu bahwa untuk mendapatkan seekor ikan, ia harus rela mengorbankan cacing, udang ataupun umpan lain yang harus ditarunya di kail untuk mendapatkan ikan yang besar. Sukses selalu ada ongkosnya, dan kita mesti rela membayarnya jika bercita-cita meraih kesuksesan kita!
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |