Sengaja, judulnya adalah soal cara mendidik anak yang tak cerdas emosi. Biar kita selalu ingat ada banyak perilaku kita sebagai orang tua yang sebenarnya mendidik secara tidak cerdas emosi. Saya beri contoh.
Ada perilaku orang tua yang terkadang memberi contoh tak baik. Ketika seorang anak kecil terjatuh dan nangis. Apa yang terjadi? Si orang tua pun dengan cepat berjongkok lalu bertanya kepada anaknya. “Aduh, sakit ya?” Lalu si orang tua pun berkata pada lantainya, “Ini nih gara-gara lantainya yang nakal. Ini Mama pukul ya” lalu si Ibu itu pura-pura memukul lantainya. Lalu, si Ibu memukul beberapa kali lagi, “Nakal ya lantainya“. Dan sang anak itupun akhirnya berhenti menangis, tampak ada senyum kepuasan di wajahnya. Dan ini kejadian serius, ini bukan karangan. Saya melihatnya kemarin waktu makan di cafe seorang teman di Yogya.
Buat si Ibu ini, mungkin ini tampak lucu. Dan memang tampaknya tidak ada kerugian apapun. Toh ini bertujuan supaya si Ibu menunjukkan empatinya pada anaknya yang nangis. Dan ujung-ujungnya, si anak itupun berhenti menangis. Namun sebenarnya ada pembelajaran yang berpotensi ‘bermasalah’ bagi si anak di kemudian hari. Masalah apa? Mari kita diskusikan.
Ketika bicara soal Kecerdasan Emosional (EQ) ada pembelajaran soal manusia sebab versus manusia akibat. Manusia sebab adalah manusia yang berusaha mengambil kendali atas apa yang terjadi. Daripada menyalahkan orang, maka ia akan bertanya, “Apa yang bisa ia lakukan untuk memperbaiki situasi yang tidak menyenangkan?”. Sementara, manusia akibat, ia merasa dirinya korban. Ketika ada hal yang tidak menyenangkan, ia akan mengeluh hingga menyalahkan.
Terkait manusia sebab dan akibat inilah, perilaku Ibu yang salah itu bisa memberi pelajaran yang keliru. Tanpa sadar, si Ibu ini bisa mengirimkan pesan yang salah buat anaknya. Kuatirnya kelak, ketika menghadapi dan mengalami masalah, si anak akan belajar bahwa salahkanlah lingkungan dan sekitarnya.
Jadi, tanpa sadar, perilaku Ibu itu telah menanamkan pendidikan yang salah kepadanya.
Sebenarnya, ada 4 Kompetensi EQ yang penting yang perlu dimiliki dan dilatih yakni: kesadaran diri (self awareness), manajemen diri (self management), penyadaran orang lain (social awareness) serta manajamen hubungan (relationship management). Nah, bagaimanakah sikap orang tua yang tidak melatihkan cerdas emosi pada anaknya? Inilah yang perlu diwaspadai!
Pertama, sikap orang tua yang salah untuk membangun kesadaran diri (self awareness) anaknya. Caranya adalah dengan merendahkan harga dirinya. Terutama di depan banyak orang. Ataupun dengan membanding-bandingkan anaknya yang satu dengan yang lainnya. Akibatnya, harga diri anak menjadi rendah. Kelak, yang tertanam kepada diri si anak adalah rasa minder dan rasa tidak berharga.
Kedua, sikap orang tua yang tidak melatih kemampuan manajemen diri (self management) si anak adalah orang tua yang terlalu banyak ambil tanggung jawab buat si anak. Semua dikendalikan. Anak seolah-olah tidak punya hak suara. Kelak, si anak menjadi terlalu tergantung dan juga pasif. Ketila dewasa, si anak tidak punya kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri. Bayangkan, saya pernah menyaksikan di sekolah anakku, orang tua yang berantem gara-gara membela anaknya yang musuhan. Anaknya sendiri ketawa-ketawa tapi yang lebih memalukan adalah kedua Ibu-Ibu ini lantas menjadi tontonan lucu.
Ketiga, kesadaran akan orang lain (social awareness). Sikap orang tua yang tidak melatihkan karakter ini adalah sikap orang tua yang tidak memberi contoh empati. Orang tua yang tidak peduli perasaan orang. Orang tua yang suka meyerobot. Nggak peduli kebutuhan orang lain dan egois sikapnya. Kelak anakpun mencontoh dari mereka. Nggak usah peduli perasaan orang. Termasuk orang tua yang tidak mengajarkan empati kepada anaknya. Saya teringat dengan temanku yang orang tuanya seringkali menendang pembantunya kalau berbuat salah. Dan suatu ketika, saya pun melihat bagaimana temanku itu pernah menendang pembantunya gara-gara terlambat membawakan makan siangnya. Sejak itu, saya stop berkawan dengannya.
Keempat, hubungan dengan orang lain (relationship management). Orang tua yang perilakunya sering konflik dan bermasalah dengan orang lain, juga jadi contoh yang buruk. Termasuk perilaku tidak pernah mau mendengarkan orang lain ketika bicara.
Sekali lagi, artikel ini saya tutup dengan puisi terkenalnya Dorothy Law Nolte yang berjudul “CHILDREN LEARN WHAT THEY LIVE” yang diantaranya berkata, “Jika anak dibesarkan dengan celaan,ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan,ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan,ia belajar menyesali diri”
Anthony Dio Martin
CEO HR Excellency & MWS Indonesia
Trainer, penulis 16 buku, penerima MURI komik motivasi EQ
www.hrexcellency.com & www.anthonydiomartin.com
IG: anthonydiomartin & FB: anthonydiomartinhrexcellency
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |