Kita tak bisa mencegah hujan. Tapi saat hujan, Anda bisa memilih buat berhenti sejenak. Atau, bahkan menari dalam hujan itu. Saat sesuatu terjadi, Anda bisa memilih sikap terbaik untuk mengambil manfaat dari kejadian itu!
Beginilah kisah awalnya. Dimulai dengan kisah salah satu mantan peserta training kami, yang menghubungi saya dengan chat pertanyaannya. Dalam chatnya dia menulis, “Saya sudah pindah ke kota lain, karna dijanjikan karir yang lebih baik oleh atasan saya. Tapi, setelah pindah dengan membawa keluarga saya. Malah, karir saya mandek. Boss saya sendiri resign dan saya sendiri merasa malu buat balik ke kota sebelumnya! Apa yang harus dilakukan?”
Itulah chat si Bapak mantan peserta training saya ini, saat ia terpuruk di kota yang dia baru pindah. Dalam kondisi putus asa si Bapak ini akhirnya harus berhenti kerja dan cari kerjaan di tempat baru. Saya mendorongnya buat mengambil hikmah dan mulai membangun network di kota yang baru itu daripada mengeluh. Juga buka mata melihat peluang yang ada. Dan ternyata, di kota baru itu memang ada peluang yang akhirnya berhasil dilihatnya. Si bapak ini lantas mulai membeli barang yang ada di kotanya yang baru itu, dan kemudian dikirim dan dijual di kotanya yang lama.
Bagaimana nasib bapak ini? Kini, ia jadi pebisnis sukses!
Bayangkan kalau si bapak ini tidak dipindah ke kota yang baru? Menurutmu, itu berkah atau bencana? Itulah yang menjadi dasar dari praktek yang namanya Optimal Thinking.
Dalam bukunya “Optimal Thinking”, Rosalene Glickman, berbicara soal cara berpikir yang mengoptimalkan situasi. Ini berbeda dengan positive thinking, yang seolah-olah mengabaikan realitas. Ini juga bukan berpura-pura. Tapi, optimal thinker selalu berpikir bagaimana pola pikir yang bisa membuat kita menyikapi suatu situasi secara optimal.
Sebagai contoh kasus yang lain misalkan ada seorang istri yang diajak suaminya ikut reunian temen-temen kuliah. Ketika sampai si tempat reuni itu, ia menemukan temen-teman suami berbicara dalam istilah teknis yang susah dipahaminya. Lantas, dalam situasi reunian itu, si istri bisa berpikir bermacam-macam. Jika menggunakan pikiran negatif, maka pikiran yang muncul, “Hadeuh! Saya udah mikir sebelum datang kalau ini bakalan bosenin. Udah ah saya tunjukkan muka jutek buat kasih kesan, kalau aku nggak suka dan pingin segera pulang”. Dengan pikiran ini, akhirnya si istri itu betul-betul menunjukkan sikap keselnya. Ia diam sepanjang reuni dengan hati yang mendongkol.
Atau, skenario lainnya, kalau ia mencoba berpikir positif. Ia pun berkata dalam hatinya, “Nggak boleh pikiran negatif. Harus pura-pura tersenyum aja. Semua akan baik-baik saja. Paling bentar juga akan pulang”. Namun, apa yang terjadi setelah ia mencoba berpikir positif? Nyatanya, acara reuniannya ternyata nggak selesai-selesai. Makin lama pikiran positifnya makin tergerus. Lama-lama, si istri itu mulai bete. Dampaknya, si istri itu mulai jadi bete.
Itulah problem berpikir negatif dan positif. Berpikir negatif membuat kita makin menderita dalam suatu situasi. Namun, berpikir positif juga membuat kita seolah-olah lepas dari realitas. Maka muncul alternatifnya yakni berpikir optimal.
Pada prinsipnya berpikir optimal adalah membaca situasi dan memikirkan langkah terbaik yang bisa dilakukan buat menyikapi situasi itu. Kembali kepada contoh si istri yang ikut acara reunian. Alternatif buat berpikir optimal misalkan, “Namanya juga reuni kuliah, akan ada obrolan yang saya nggak paham. Tapi, saya coba melihat hal yang fun dan berusaha bersosialisasi. Ketemu orang baru, cari tahu pengalaman mereka. Sekaligus jadi tahu pengalaman masa lalu suami saat kuliah. Bakalan seru”.
Nah, dengan berpikir optimal ini maka, kita belajar untuk menyikapi suatu situasi dengan langkah terbaik yang bisa kita lakukan.
Jadi, kalau disimpulkan langkah-langkah penting melakukan Optimal Thinking adalah:
1. Situational awareness. Sadari dan pahami situasi yang saat ini dihadapi.
2. Self awareness. Teliti dan perhatikan apa yang Anda pikirkan saat ini tentang situasi tersebut?
3. Thought analysis. Apakah cara berpikir Anda tersebut menolong, memberdayakan atau tidak realitis.
4. Optimal thought. Pikirkan ulang dan tanyakan apakah langkah realistis dan terbaik yang bisa dilakukan, dalam situasi sekarang.
5. Aware new thought. Pikirkan sekali lagi, apakah pikiran yang baru ini membuat Anda merasa lebih baik dan akan membantu Anda dalam situasi tersebut?
6. Appyong thought. Aplikasikan pikiran Anda tersebut dalam situasi sekarang!
7. Learning. Pelajari dari pengalaman itu. Dan jadikan sebagai motivasi menghadapi situasi lain di masa depan.
Akhirnya, dapat kita katakan bahwa kita mungkin tak bisa terhindar dari situasi sulit. Tapi, dengan belajar pikiran optimal, kita bisa mengoptimalkan situasi yang kita hadapi tersebut!
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |