Kita mulai dengan kisah pertama.
Kisah Oda Nobunaga.
Di tahun 1560. Imagawa Yoshimoto, seorang jendral perang yang sangat sukses. Menyerang dengan tentara 25000. Mereka menyerang sampai ke Okehazama (sekarang ini dekat Nagoya). Padahal tempat itu baru disatukan oleh jendral perang lokal Oda Nobunaga. Jumlah tentara Nobunaga hanya 2500. Maka, kekuatiran dan ketakutan muncul. Pasukan ketakutan. Pendudukpun kuatir.
Apa yang dilakukan oleh Oda Nobunaga?
Ia datang secara pribadi sampai ke garis terdepan di Zenshoji. Untuk menguatkan mental mereka. Semua tentara terkaget-kaget karena tak mengira akan dikunjungi.
Ia pun memberi pilihan kepada tentaranya untuk pulang, jika takut tapi ia sendiri berjanji akan turut berjuang.Namun, justru tidak ada satupun yang surut,malah berapi-api. Peperangan itu akhirnya dimenangkan Oda Nobunaga yang sudah paham dengan area perang di sekitar Okehazama. Ternyata kehadiran, penguatan dan kemenangan Oda Nobunaga ini menjadi salah satu peristiwa yang menentukan sejarah di Jepang.
Kisah Kedua. Kisahnya Mark Loehr.
Mark Loehr, CEO Soundview Technology
Saat tragedi WTC 11 September 2001. Banyak karyawan yang meninggal jadi korban. Mark hadir membuat kebijakan yang membuatnya mendapat simpati.
Jadi, apa yang dilakukan oleh Mark Loehr di saat krisis terjadi pada timnya akibat kejadian 11-9-2001? Respon pertama, karyawan diundang datang bukan untuk kerja tapi berbagi perasaan. Tiap malam, Mark Loehr mengirimkan email support serta mengajak melihat makna dibalik bencana itu. Ada satu hari dimana seluruh penjualan untuk keluarga yang meninggal. Semua bersemangat total terkumpul 6juta US dollar. Ia juga mengajak membuat buku kenangan bagi mereka yang meninggal. Sebagai bentuk penghargaan. Moral karyawan justru meningkat setelah itu.
Daniel Golamen, salag satu penulis dan pelopor Kecerdasan Emosi mengatakan hal yang menarik soal kepemimpinan di saat krisis:
“Pada saat krisis dan tak menentu, maka saat itulah semua mata anak buah akan mengarah kepada atasannya. Pastikan kalau kamu atasan, kamu justru memberikan kekuatan emosional pada saat krisis itu”
Apa Akibatnya Ketika Pemimpin Tak Mampu Menunjukkan Kualitas Kepemimpinannya Di Saat-Saat Krisis?
* Anak buah kehilangan respek kepadanya
* Semua sibuk menyelamatkan diri masing-masing
* Ke depannya, si pemimpin tidak akan didengarkan
* Komitmen tim rendah karena tahu bahwa pemimpinnya nggak bisa diandalkan
* Sense of belonging dan ownership atas organisasi, juga makin merosot
So, Apakah 8 Kualitas Penting Pemimpin Cerdas Emosi Di Saat Krisis?
1. Mau Berempati
2. Tidak Menempatkan Profit Di Atas People
3. Mau mendengarkan
4. Tidak Egois
5. Hadir jiwa dan raga
6. Menguatkan, bukan menyalahkan
7. Mengajak melihat dari makna positif yang lebih besar
8. Apresiatif. Menghargai dan berbela rasa buat tim yang sudah mengorbankan waktu dan energinya
Mari kita bahas satu per satu.
1. Mau Berempati
* Berbela rasa dengan perasaan serta emosi-emosi tak menyenangkan yang dirasakan karyawan, khususnya ketika menghadapi suatu situasi sulit
Aplikasinya:
Saat wabah virus corona, mungkin ada yang kuatir, ada pula karyawan yang cuek. Namun, kalau pun si pimpinan tidak kuatir, ia tidak akan mengabaikan perasaan kuatir anak buahnya dengan berkata, “Ngapain takut corona. Semua toh akan mati”. Perasaan adalah sesuatu yang wajar dan pimpinan yang cerdas emosi menghargai. Meskipun,menghargai bukan selalu harus setuju. Tapi mininal, ia menghargainya perasaan anak buahnya.
2. Tidak Menempatkan Profit Di Atas People
* Bagi pimpinan cerdas emosi, profit buat people bukanlah sebaliknya
Contoh aplikasinya:
Ada beberapa kasus perusahaan yang justru menempatkan people dulu, di atas profit. Tapi justru itulah yang membuat karyawannya bekerja lebih giat untuk mendapatkan profit. Termasuk di saat corona virus, ada pengusaha yang memutuskan untuk merumahkan karyawannya demi keselamatan karyawannya. Sebenarnya ini mungkin membuat perusahaan rugi (tampaknya). Tapi, untuk jangka panjang,kesehatan dan keselamatan karyawan adalah sumber bagi profit bagi perusahaan. Pimpinan yang peduli juga akan menghasilkan karyawan yang peduli.
3. Mau mendengarkan
* Listening is healing. Justru di saat krisis, orang butuh didengarkan suaranya. Ada suara ketakutan, suara kepanikan, suara kekuatiran. Kadang, mendengarkan saja sudah menjadi “obat” penyembuh.
Contoh aplikasinya:
Dengarkan perasaan hingga masukan,ide dan saran khususnya di masa-masa krisis. Kadang, ada yang cuma perlu didengarkan. Tapi tak jarang ada hal-hal yang justru memberikan ide dan insight baru di tengah krisis. Contoh tragis adalah kisah Dokter LiWenliang yang di bulan januari 2020 sudah mengigatkan soal bahaya coronavirus. Bukannya didengarkan otoritas China, ia malah dibungkam. Dianggap menciptakan teror. Saat ia meninggal tgl 19 Februari, ribuan orang mati gara-gara coronavirus. Coba saja pemerintah China lebih terbuka untuk mendengarkan ide dan teriakannya, mungkin banyak yang bisa dicegah. Akhirnya China meminta maaf pada keluarganya. Tapi, inilah contoh akibat tak mau mendengarkan. Apa sih susahnya mendengarkan, memikirkan dan mencoba menyikapi dengan bijak?
4. Tidak Egois
* Saat krisis adalah saat terpenting bagi pimpinan untuk tidak memikirkan dirinya sendiri. Ia justru mesti menempatkan kepentingan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya dan yang telah membantunya, dalam situasi sulit ini.
Contoh Aplikasinya:
Paling mengerikan adalah pimpinan yang mencari selamat sendiri sementara, membiarkan anak buahnya menghadapi masalah sendirian. Pimpinan yang baik justru memikirkan bagaimana anak buahnya tetap aman dan selamat, bukannya mengorbankan mereka. Maka, ketika pimpinan memikirkan keselamatan mereka sendiri di tengah krisis Corona. Maka, mereka pun perlu menunjukkan bahwa mereka terlebih care dengan keselamatan anak buahnya saat krisis. Contoh menarik di tahun 1922 saat krisis dunia terjadi, Konosuke Matsushita menolak untuk mengurangi separuh karyawan. Padahal semua penasihatbya menyarankan ambil langkah keuntungan ity. Justru yang dikurangi adalah produksi dan karyawan diajak bantu menjual. Hasilnya? Matshushita Electric justru berkembang setelah krisis itu.
5. Hadir jiwa dan raga
* Saat krisis, banyak pimpinan yang menghilang. Tapi, saat sukses,banyak pimpinan yang berusaha mengambil peluang mendapat pujian. Padahal, justru di saat krisislah, anak buah perlu tahu bahwa mereka tidak ditinggalkan dan ditelantarkan begitu saja.
Contoh aplikasinya:
Ketika rakyat kuatir, takut dan cemas, pemimpin hadir untuk menguatkan. Itulah yang membuat seorang Sultan Hamengkubuwono IX dicintai karena tetap hadir dan menolak pergi saat dipaksa mengungsi. Juga seorang Bung Tomo dihargai karna hadir saat peristiwa 10 November 1945. Dan dalam artikel “How Chinese Companies Have Responded To Coronavirus” dari Harvard Business Review tanggal 10 Maret 2020 digambarkan banyak CEO perusahaan bagus di China yang tetap hadir,mengajar dan mencoach anak buah mereka, untuk memberi contoh keteladanan dan kehadiran mereka.
6. Menguatkan, bukan menyalahkan
* Dalam kondisi krisis, sangat mudah untuk menyalahkan dan mencari kambing hitam. Tapi, pemimpin cerdas emosi sadar dalam kondisi krisis,menyalahkan tak akan membuat suasan lebih baik.
Contoh aplikasinya:
Ketika Jepang mengalami krisis setelah perang dunai ke2, mereka bisa segera pulih karena tidak menyalahkan sejarah tapi fokus pada apa yang bisa dilakukan. Begitu juga dengan negara Korea yang dianggap terbelakang. Peramg saudara sempat membuat kemunduran. Tapi setelah itu, fokus Korea Selatan berbeda. Korea Utara menutup diri. Tapi, Korea Selatan membangun kemampuan mereka. Fokus paa kekuatan. Justru, ketika saling menyalahkan, banyak pemimpin makin membuat organisasinya makin sengsara di masa krisis. Sebagai contoh, pimpinan Amerika sibuk menyalahkan Cina sebagai sumber virus. Sementara,China fokus pada penyembuhan. Dan akhirnya China pertama kali keluar sebagai negara yang menyatakan “menang melawan Corona” setelah lock down hampir 2 bulan. So, apakah kamu termasuk pimpinan yang mencari solusi ataukah sibuk menyalahlan dimasa krisis?
7. Mengajak melihat dari makna positif yang lebih besar
*Sangat mudah terjebak melihat dari sisi jangka pendek saat krisis terjadi. Karena itu pemimpin yang cerdas emosi, mampu mengajak timnya untuk melihat dari sisi yang positif saat masalah terjadi.
Contoh aplikasinya:
Waktu krisis moneter terjadi di tahun 1997-1998. Banyak perbankan terganggu. Yang kecil melebur menjadi bank besar. Lantas,banyak bank yang jadi menguat justru dengan melihat pada masa depan. Ada yang memperkuat teknologi ATM dan mulai memperkuat sistem mereka. Untungnya, banyak pimpinan organisasi bagus yang masih berusaha melihat “hikmah” dibalik krisis dan mengambil langkah ke depan. Begitu juga dalam kondisi krisis di tengah, karyawan butuh padangan positif untuk melihat makna dan apa yang bisa dilakukan. Justru dikabarkan sejak lockdown dilakukan, banyak perusahaan di China, Italia dan Korea menggunakan momen untuk belajar dan memperbaiki sistemnya. Dengan demikian, daripada fokus pada krisis mereka fokus pada peluang masa depan.
8. Apresiatif. Menghargai dan berbela rasa buat tim yang sudah mengorbankan waktu dan energinya
* Selalu ada orang-orang yang telah berjasa bagi organisasi di tengah krisis. Para leader jangan lupa untuk menghargai mereka.
Contoh aplikasinya:
Dalam bukunya “Our Iceberg is Melting” (Gunung Es Kita Mencair), Prof John Kotter bicara soal organisasi perlu menghargai para pahlawan yang telah berjuang membawa organisasi disaat-saat krisis. Bukan karena mereka gila hormat. Tapi, ini menunjukkan bahwa organsiasi peka, menghargai bahkan appreciate mereka yang rela berkorban, padahal mereka ini bisa saja memilih untuk tidak terlibat. Dengan demikian, organisasi bisa menaikkan spirit mereka yang telah berjasa sekaligus memberi contoh bagaimana mereka yang berjasa ini dihargai.
Akhirnya, kita tutup tulisan ini dengan kalimat menarik dari Winston Churchill:
“Justru di masa-masa kegelapan itulah, kita jadi tahu kualitas seorang pemimpin yang sesungguhnya“
Telp. | : | (021) 3518505 |
(021) 3862546 | ||
Fax. | : | (021) 3862546 |
: | info@hrexcellency.com | |
anthonydiomartin@hrexcellency.com | ||
Website | : | www.anthonydiomartin.com |